Bintang Malam di Ranukumbolo - Bab 5 (Ancaman )



Hari ini kampus dipenuhi oleh kesibukan dan semangat para mahasiswa yang tengah melakukan persiapan lomba antar kampus. Di antara keramaian itu, Samudra juga sedang mempersiapkan diri untuk pertandingan panjat tebing yang akan datang.  Hampir setiap hari, dia berlatih dengan tekun, menantang dirinya sendiri untuk mencapai batas kemampuannya. Namun, semakin intens latihannya, semakin jarang pula dia bertemu dengan Sea. Tapi, hal itu tidak membuat hubungan mereka semakin merenggang.  

Setelah hampir enam bulan hubungan mereka berjalan, keduanya semakin kompak. Sea yang sadar jika dirinya jarang bertemu dengan Samudra, dia yang berinisiatif menemuhi Samudra di sela-sela masa senggangnya. Sama halnya dengan Samudra yang selalu menyempatkan bertemu atau hanya sekedar bertelepon ria. Karena bagi mereka berdua, komunikasi dalam suatu hubungan itu sangat penting.

"Hallo kak, masih latihan kah?" Tanya Sea dalam sambungan telepon.

"Sudah selesai adik, ini mau siap-siap," jawab Samudra. Sea menatap dari kejauhan tampak Samudra sedang merapikan tali-talinya. Dia sengaja ingin mengagetkan Samudra.

"Wih sapa itu manis banget!" Seru Sea tiba-tiba. Mendengar itu, Samudra langsung menaruh tali-tali nya dan berdecak pinggang.

"Siapa yang manis pakai banget itu?"

Sea hanya terkekeh. Dia mulai mengendap-endap saat jaraknya dengan Samudra semakin dekat. Tiba-tiba saja Samudra membalikan badannya dan mengageti Sea. "BAAH!!!!?' 

"Akh! nakal..nakal!!!" Protes Sea sambil terus memukuli tubuh Samudra. Rencana ingin mengagetkan Samudra malah dia yang kaget.

"Kok tahu sih.. ih gak asik deh,"  

"Parfum kamu sudah tercium Sea." Jawabnya sambil merangkul pinggang Sea. Dan, tanpa malu memeluk tubuh kecil Sea. "Kakak rindu dik. Nanti kalau lomba pasti akan lebih rindu," ucap Samudra manja.

"Aduh..aduh manjanya." Sea melepas pelukan Samudra dan menangkup kedua pipi pemuda itu. "Iya aku juga kangen,"

Seketika itu juga Samudra menggandeng tangan Sea hingga membuat gadis ini kebingungan. "Kak mau kemana?"

"Kakak mau halalin adik, tidak kuat lama-lama melihat tingkah imut mu,"

Dan mereka berdua terkekeh, sambil bercanda satu sama lain, hingga tanpa mereka sadari ada seseorang mengawasi dari tadi. Rendra, teman seangkatan Samudra yang juga menaruh perasaan kepada Sea dari saat Ospek. Memilih untuk mundur dan memantau dari jauh Ketika mendengar kabar jika mereka sudah berpacaran. Samudra adalah rivalnya dari dulu, jadi Ketika dia tahu jika Samudra ada pertandingan di luar kota, Rendra mulai mencari tahu, kapan waktu yang tepat untuk dia bisa mendekati Sea.  

Hingga waktu yang di tunggu – tunggu oleh Rendra pun tiba. Siang ini Samudra dan team berangkat bersama dengan menggunakan mobil kampus. Sedari pagi, Rendra selalu berkeliaran di dekat Sea.

Sementara itu, tiba waktu berangkat Samudra menyempatkan untuk menemui Sea sebelum berangkat. Samudra meraih kedua tangan Sea dan mengecupnya singkat. Entah emngapa hatinya seakan tidak rela untuk pergi jauh dari kekasih kecilnya. Jika boleh memilih, lebih baik memilih untuk pulang pergi Malang – Surabaya dari pada harus berpisah walau sehari. Tapi apa boleh buat, untuk hal ini dia tidak boleh asal – asalan.

"Kakak berangkat ya adik," Pamit Samudra dengan tersenyum.

“Iya kak, jangan lupa berkabar ya," jawab Sea

“Oke siap, tapi kalau kakak tidak balas berarti kakak sedang latihan. Setelah itu pasti kakak balas. Jangan ngespam chat, dan jangan nakal,” tegas Samudra sembari mencubit hidung Sea.

Sea mengangguk paham. "Iya, kamu juga jangan nakal. Semoga semua berjalan lacar ya kekasih gelap ku,"

"Terima kasih, Dik. Hemm..belum pergi saja aku sudah rindu," ucap Samudra dengan tulus.

"Aku juga akan merindukanmu, Samudra."

Samudra mengusap pipi Sea dengan lembut lalu mengecup singkat dahinya. Senyum simpul terbit dari bibir mungil Sea. Di tengah keromantisan itu, ada Rendra yang  mengintip dari kejauhan, memperhatikan mereka dengan di bakar api cemburu.


***

Sehari setelah keberangkatan Samudra, Sea menghabiskan banyak waktu dengan kedua sahabatnya, Ayu dan Bella. Ketika mereka sedang berjalan ke Kantin, Sea berjalan lambat karena sibuk mengecek ponselnya. Hingga tertinggal dari teman – temannya. Ayu dan Bella tampak terkejut saat melihat Sea yang jauh di belakang mereka.

“Se, ayo kalau jalan yang cepat jangan lihat ponsel terus,” seru Bella, yang menyadari jika Sea masih tertinggal di belakang.

"Iya, bentar." Jawab Sea yang masih sibuk mengutak atik ponselnya.

“Kenapa sih Se??? Samudra tidak membalas mu?” Tanya Ayu.

“Belum, masa’ masih latihan tadi bisa balas,” jawab Sea kesal.

“Memangnya dia tidak menghubungi mu sama sekali?” Tanya Bella.

“Sempat chat, tapi ini sudah lebih dari dua menit,”

Mendengar itu, Ayu dan Bella langsung mengacak – acak rambut panjang Sea karena kesal.  Dia tidak menyangka Sea bisa se bucin ini dalam hal percintaan. Jika mengingat dulu dimana dia selalu menghindar dari Samudra, kini baru lima menit tidak di balas langsung uring – uringan. 

“IIHHH Berantakan kan!” Protes Sea. “Ini juga, si keeling kemana sih. Awas saja kalau tidak di balas, aku terror terus.” Lanjutnya.

Ayu dan Bella hanya bisa menghela nafas melihat tingkah random Sea. Mereka berdua pun memilih untuk pergi, karena tersadar jika sudah di tinggal oleh kedua temannya langsung berlari mendekat dan merangkul Ayu dan Bella.

Rendra yang saat itu mengamati mereka bertiga dari jauh tampak geram, saat Sea menyebut nama Samudra. "Lihat saja, aku akan membuatmu jatuh cinta padaku, Sea," gumam Rendra dalam hatinya sambil tersenyum penuh kelicikan.

Matanya terus mengikuti kemana Sea melangkah. Setelah dari kantin, dia pun pergi ke perpustakaan karena harus mengembalikan buku. Rendra yang melihat itu tidak ingin membuang waktunya. Dia sengaja melewati jalan pintas agar bisa sampai lebih dahulu di perpustakaan dan memulai aksinya. Tapi, karena kurang teliti tanpa sengaja Rendra menabrak Sea, membuat buku-buku Sea tercecer ke lantai. Sea yang terkejut secara spontan membantu Rendra untuk merapikan buku-bukunya.

"Maaf, aku tidak sengaja," ucap Sea dengan wajah yang penuh penyesalan.  

"Tidak apa-apa, itu bukan salahmu. Aku yang kurang hati-hati." Jawabnya dengan hati senang, akhirnya ada kesempatan untuk dekat dengan Sea. Setelah membantu Rendra, Sea segera kembali berjalan ke perpustakaan.

Dan di hari berikutnya, Rendra yang hafal dengan jadwal Sea mulai kembali mengikutinya ke perpustakaan, karena hari ini waktunya Sea mengembalikan buku-buku yang sudah di pinjamnya. Rendra yang sudah menunggu di perpustakaan mulai mendekati Sea dan menyapanya.

"Hallo, Sea," sapa Rendra dengan senyum lebar.

"Hallo Kak," Tanya Sea ramah.

"Kamu sedang apa?"

“Lagi cari buku kak,”

Rendra pun mulai mengajak Sea berbincang. Karena, Sea memang polos tanpa curiga dia menanggapi Rendra dengan senang hati. Di tengah obrolan mereka, Rendra mulai menggiring percakapan tentang Samudra, dengan semangat dia bercerita tentang sisi negatif Samudra. Sepanjang Rendra bercerita, Sea merasa jika semua itu hanya karangan belaka. Karena merasa risih Sea memilih untuk pamit pulang.

"Kak Rendra, aku pulang dulu ya," pamit Sea sambil merapikan buku-bukunya.  

"Aku antar pulang tidak apa-apa Sea. Kamu mau kan?" Pinta Rendra.

"Maaf kak, aku hari ini pulang dengan.." mata Sea tiba-tiba terhenti pada sosok yang dia kenal. "Aku pulang dengan kak Pras. Kebetulan Samudra menitipkan ku ke kak Pras," lanjut Sea dan kemudian memanggil Pras yang seperti mencari sesuatu sedang di perpustakaan. "Hei..kamu disini rupanya. Aku cari kemana - mana," Ucap Pras. "Ayo pulang, aku antar," ajak Pras.  Dalam hati, Sea merasa lega karena dapat pergi bersama Pras.

Pras memandang Rendra dengan tatapan menyelidik, dia merasa jika ada hal yang tidak beres darinya. Terutama saat di menerima laporan dari Arya jika Rendra sepertinya memiliki perasaan khusus dengan Sea.


***

Flashback

Di hari pertama ospek, suasana kampus dipenuhi dengan keceriaan dan antusiasme para mahasiswa baru. Sea dan Ayu berjalan menuju booth Teater, beriringan dengan para teman seangkatan mereka. Namun, saat mendekati booth Teater, Samudra datang menghampiri. Tanpa berpikir panjang, Sea dan Ayu memilih untuk mengalihkan langkah mereka menuju booth musik yang berada lebih jauh dari tempat Samudra. Tanpa disadari, hal itu menjadi awal dari ketertarikan Rendra pada Sea.

Setiap kali Rendra berada di mata kuliah yang sama dengan Sea, dia selalu memperhatikan setiap gerak dan tingkah laku Sea dengan seksama. Namun, sejak Sea dekat dengan Samudra, Rendra merasa sulit untuk mendekati Sea. Bahkan, ketika Sea mengalami serangan asma saat Diklat, dia berusaha untuk membantunya namun kalah cepat dengan Samudra. Arya yang berada di dekat Rendra mendengar ucapannya dengan jelas.

"Tunggu saja, aku akan merebut Sea darimu. Dia adalah milikku. Dia selalu menjadi milikku sejak awal, tapi kamu merebutnya dariku."

Setelah kejadian itu, Arya yang tahu jika Pras dan Samudra satu kos dengan Rendra mencoba bertanya. “Pras, Rendra tinggal satu kos denganmu dan Samudra kan?" tanya Arya.
"Iya, ada apa?" jawab Pras. Arya menceritakan apa yang didengarnya langsung dari Rendra. Pras merenung sejenak, seperti mencoba menyusun potongan puzzle yang belum lengkap.

"Ehm... Ini yang aku takutkan. Rendra adalah anak pendiam. Bahkan di UKM pun dia tidak banyak bicara. Justru anak yang seperti itu lebih berbahaya Ar. Aku jadi ingat cerita Ari," ujar Pras.

Pras ingat betul, ketika Ari menginap di kos mereka. Dia tanpa sengaja menemukan dua lembar foto Sea yang tercecer di depan pintu kamar. Saat itu, Pras dan Ari tidak curiga karena kamar Rendra bersebelahan dengan kamar Samudra, yang saat itu memang sedang mendekati Sea. Di tambah lagi, mereka berdua secara tak sengaja melihat Rendra yang tampak mengamati Sea dan Samudra saat berduaan di tempat latihan panjat tebing.

"Ngapain anak itu?" bisik Arya sambil mendekat.

Pras dan Arya melihat tangan Rendra mengepal saat Samudra mencium kening Sea. Disanalah mereka bisa merasakan kemarahan dari Rendra.

"Aku akan merebut Sea darimu, Samudra," bisik Rendra dengan lirih. Pras dan Arya langsung mundur perlahan dan mulai merencanakan strategi agar Sea tetap dalam keadaan aman.

Sejak kepergian Samudra, Sea tidak menyadari bahwa Pras, Arya, dan Inara selalu memantau dari kejauhan, bahkan di perpustakaan. Tanpa sepengetahuan Rendra dan Sea, Arya sudah berada di belakang mereka dan merekam setiap percakapan mereka. Saat itulah Pras muncul untuk membantu Sea.

 

***

throwback

Wajah Sea tampak legah setelah tahu jika Pras lah yang akan mengantarkannya pulang. Dengan gerakan yang agak tergesah-gesah, Sea menarik tangan Pras dan membawanya menjauh dari Rendra.

"Haduh, cowok itu benar-benar menyebalkan," keluh Sea.

"Kenapa?" Tanya Pras.

"Masa' Kak, Samudra dikata-katai begitu. Aku tahu betul kalau pacarku itu keras dan temperamental. Tapi mana mungkin dia melakukan hal yang tidak sopan," Ucap Sea.

Wajah Pras berubah menjadi bingung, “Tidak sopan? Tidak sopan seperti apa Se?” tanyanya.

Sea terdiam sejenak, menatap Pras dengan ekspresi penuh tanya.  “Samudra tidak perna menghamili anak orang kan kak?”

Mendengar itu Pras langsung tertawa dengan keras lalu mengajak Sea ke sekretariat pecinta alam, di mana Arya dan Inara sedang duduk bersama membahas sesuatu.

"Uda (panggian Pras saat di sekret) bagaimana ?" sapa Arya.

"Ini dia orangnya," jawab Pras.

Sea muncul di belakang Pras dengan senyuman lebar, kemudian duduk di samping Inara.

"Dia bertanya apakah Samudra pernah menghamili Perempuan, sumpah lucu banget," Kata Pras sambil tertawa. Mendengar itu bukan hanya Pras saja yang tertawa Arya dan Inara tertawa terbahak-bahak. Sementara Sea hanya menatap mereka dengan ekspresi kesal.

"Kamu lucu sekali, Sea. Tidak heran Keling selalu bilang ingin menikahimu. Hahaha. Kamu tahu sendiri kan, kalau Keling itu di dekati kucing perempuan saja di tendang. Apalagi dengan perempuan sungguhan. Lagian, dia hanya menyukaimu, Sea. Tidak ada yang lain," jelas Arya sambil tertawa.

"Dan kamu bilang apa? Menghamili perempuan? Dia ingin mencium mu saja  keringatnya sudah sebesar jagung, apalagi menghamili anak orang," tambah Pras.

"Masa sih," protes Sea.

"Sekarang aku tanya, Sea. Ketika kamu berpacaran dengannya, apa saja yang kalian lakukan? Apakah dia pernah melakukan hal-hal aneh?" tanya Inara.

"Apa yang kamu bicarakan, Kak Inara?" protes Sea. Kata-kata Inara terdengar begitu aneh bagi Sea, karena selama ini dalam hubungannya dengan Samudra, mereka tidak pernah melakukan hal-hal aneh.

"Tapi kamu pernah dicium, kan?" sela Pras.

"Ya, di pipi pernah, di dahi sering," jawab Sea malu-malu.

"Bagaimana dengan ciuman di bibir?" tanya mereka bertiga dengan antusias.

"Pernah, tapi jarang. Biasanya saat dia rindu berat dengan ku," jawab Sea polos.

"Menurutmu, dia yang seperti itu bisa menghamili anak orang?" tanya Pras balik.

"Tidak mungkin, setiap kali dia mencium ku, dia selalu grogi," perkataan Sea yang polos membuat Pras, Arya, dan Inara tertawa terbahak-bahak.


***
Di balkon penginapan yang tenang, Samudra tampak sedang duduk sendiri sambil memandang ke langit yang berkelap-kelip bintang. Sebatang rokok menyala di antara jarinya, memancarkan asap yang membaur dengan udara malam yang sejuk. Dalam lamunan yang mendalam, Samudra terdengar merenungkan suatu hal yang tak terlalu jelas.

Tiba-tiba, langkah ringan seorang perempuan muda memecah keheningan. Dia adalah Martha, seorang atlet panjat tebing dari kampus lain yang sudah lama memendam perasaan kepada Samudra. Dengan senyuman ramah, Martha mendekati Samudra.

"Halo, Samudra," sapa Martha dengan suara lembut.

Samudra hanya menatapnya dengan hening, tidak memberikan respon apapun. Matanya yang terus memandang ke kejauhan menunjukkan bahwa pikirannya sedang melayang jauh. Saat itulah, ponsel di saku Samudra berdering. Wajahnya langsung bersemu merona ceria ketika melihat nama yang muncul di layer itu adalah Sea.

"Maaf, aku harus angkat telepon dulu," ucap Samudra sambil bangkit dari duduknya. Dia menjauh dari balkon untuk mengangkat panggilan itu, meninggalkan Martha yang terdiam dengan hati yang sakit.

"Hallo..."

"Hallo Adik. Kok belum tidur?" Tanya Samudra.

"Kangen ngobrol sama kakak," jawab Sea.

"Kakak juga kangen,”

Dua sejoli ini pun saling melepas rindu satu sama lain. Melihat Samudra begitu bahagia saat berkomunikasi dengan seseorang, Martha merasa sesak di dada. Dia menyadari bahwa cinta yang dia simpan selama ini hanya sebatas harapan belaka. Sedih dan kecewa, Martha berbalik dan meninggalkan balkon.

Ketika melewati lorong gelap penginapan, Martha tak sengaja berpapasan dengan Bonar yang hendak kembali ke kamar. suasana hati Martha saat itu terlihat begitu kusut. Dengan mata yang berbinar penuh harapan, Martha menyapanya dengan ragu.

"Hai, Bonar," Sapa Martha dengan suara yang sedikit gemetar.

Bonar yang merasakan ada sesuatu yang di sembunyikan oleh Martha tapi, pemuda ini memilih untuk menyapanya tanpa bertanya apa yang terjadi padanya. 

"Hai Martha, kamu dari balkon?" Tanya Bonar.

Martha mengangguk pelan, matanya terlihat gelisah. Setelah sejenak terdiam, Martha akhirnya menanyakan sesuatu yang mungkin saja akan menghancurkan hatinya.

"Bonar, apakah Samudra sudah punya pacar?"

Bonar terdiam sejenak, ternyata firasatnya benar, walaupun dia tidak tega untuk menceritakannya tapi kenyataanya memang seperti itu. Samudra sudah memiliki pacar.

"Iya, benar."

"Kalau boleh tahu siapa perempuan itu? Apa anak kampus lain?"

"Bukan, dia Anak mahasiswa baru,"

"Mahasiswa baru? Apakah?" Martha berusaha menebak namun hatinya merasa sakit dan tak sanggup untuk berkata-kata.

"Eemm... Iya, Samudra yang menyukai gadis itu. Awalnya aku sendiri juga kaget, tapi nampaknya Samudra jatuh cinta pada pandangan pertama dengannya."

Mendengar itu raut kekecewaan terpancar jelas dari wajah Martha. Bibirnya yang bergetar menahan emosi, dan matanya yang berkaca-kaca mengisyaratkan betapa hancurnya hatinya saat ini.

Sementara itu, Bonar yang merasa tak tega melihat Martha dalam keadaan seperti itu mencoba memberikan semangat. "Kamu yang kuat ya, jangan sampai fokus mu teralih dengan maslaah pribadi. Takutnya akan mempengaruhi performa mu di pertandingan nanti. Bukankah sayang, kamu sudah latihan keras eh karena hal ini kerja keras mu jadi sia – sia,”

Martha memandang Bonar sekilas dengan tersenyum. Dia sebetulnya tahu jika Samudra tidak akan menyukainya, dan mengharapkan ada mukjizat terjadi. Tapi, nampaknya takdir berkata lain. Hatinya kini merasa sakit, karena cintanya sudah bertepuk sebelah tangan sebelum dia mengatakannya kepada Samudra. Tapi, perkataan Bonar ada benarnya. Dia harus fokus untuk pertandingan esok.

“Apa aku mampu Nar,” tanya Martha dengan matanya yang mulai mengembun.

Bonar menggengam tangan Martha dan meyakinkanya, “Pasti mampu. Martha yang aku kenal itu adalah Martha yang kuat. Dinding terjal saja kamu sanggup apalagi hal seperti ini.” Ucap Bonar sambil melepaskan genggamannya. “Semua itu masalah waktu, hati yang luka akan sembuh dengan sendirinya, asal kamu terus berjalan maju dan tidak melihat kebelakang,” lanjutnya,

Senyum mulai terbit dari wajahnya, dia pun mengucapkan terima kasih kepada Bonar. Karena dari semua teman Samudra hanya Bonar yang menyambutnya dengan baik. Bonar pun mengajak Martha untuk makan malam. Saat mereka berjalan melewati lorong menuju lobbi hotel, dari belakang terdengar suara Samudra memanggil mereka berdua.

“Oi..Mau makan kah? Ikut!”

“Ayo buruan, ajak Arie dan Abdul sekalian,” sahut Bonar.

“Mereka sudah makan dengan coach. Cuma tinggal kita berdua yang belum,” jawab Samudra.

“Oh Ya sudah ayo, kita cari makan bertiga.” Ajak Bonar.

Mereka bertiga berjalan mencari tempat makan yang berada di sekitar penginapan. Tapi, saat sedang berjalan Langkah Samudra terhenti. Dari kejauhan, mata Samudra menangkap sosok yang begitu dikenalnya, melambaikan tangan dengan senyum manis.

'Kok mirip Sea?' gumam Samudra dalam hati.

Dengan langkah cepat, Sea berlari mendekati mereka dan langsung memeluk Samudra yang masih tertegun.

"Sea?"

Gadis ini melerai pelukannya dan tersenyum ke arah Samudra. "Suprise!!"

Bonar langsung memandang ke arah Martha untuk memastikan jika dia baik – baik saja. Martha hanya terdiam, dan matanya kembali mengembun tapi di tahannya dengan sangat karena tidak ingin terlihat menangis di depan Samudra apalagi ada Sea disana.

“Kamu sama siapa kesini?” tanya Samudra dengan kuatir.

"Sama kita kok, aman," sahut Pras yang sudah berdiri di belakang Sea. Beserta Inara dan Arya.

"Naik apa adik kesini?" Tanya Samudra.

"Motor, aku di bonceng kak Pras," jawab Sea polos.

"Di bonceng sama Pras?! Uda gondrong satu ini!" Seru Samudra karena di Liputi rasa cemburu. " Adik tidak di apa-apakan sama si gondrong satu ini kan?" Tanya Samudra sambil memutar-mutar tubuh kecil Sea, memastikan kekasihnya tidak lecet.

"Kau kalau ngomong yang enak, kalau tidak ada aku sama yang lain dalam bahaya pacar kamu," jawab Pras dengan logat Padang nya.

Samudra tersenyum ke arah Pras dan langsung memeluk sahabatnya. "Terima kasih kawan,"  

Dan akhirnya mereka semua memutuskan untuk makan malam bersama di warung tenda kaki lima dekat hotel. Atmosfir malam itu terasa lebih santai.  Seperti biasanya Samudra dengan sabar dan telaten melayani Sea. Di sisi lain, Inara dan Arya saling bertukar pandang, melihat kedekatan Bonar dengan Martha.

Ketika sedang asik makan, Sea yang tersadar dengan kehadiran Martha langsung menyapanya dengan ramah. “Hallo kak, kenalin aku Sea. Kakak, pacarnya kak Bonar ya?” tanya Sea polos. Mendengar itu Bonar langsung tersedak nasi, dan terbatuk – batuk.

“Minum Nar,” ucap Martha sembari memberikan Bonar segelas air.

Pras dan yang lainnya langsung tersadar,  karena lupa mengenalkan Martha kepada Sea.

Semua anak-anak langsung menepok jidat, karena lupa memperkenalkan Martha kepada Sea. "Dia Martha dik, anak dari kampus U atlit juga sama kayak kakak dan Bonar,” jawab Samudra.

“Ohh gitu, aku kira pacarnya kak Bonar habis dekat banget,” kata Sea.

“Ya tidak semua yang dekat itu pacaran Sea, kalau kamu berfikirnya begitu Ari sama Abdul pacarana dong,” sahut Bonar.

Mereka pun saling bercanda satu sama lain. Martha melihat Sea adalah anak yang manis dan baik. Sekalipun hatinya terasa perih, dia berusaha untuk tidak merusak suasana makan  malam ini.

"Adik Sea sudah berapa lama, pacaran dengan Keling?" Tanya Martha.

"Mau jalan tujuh bulan," jawan Sea lagi.

Martha terdiam, dan tersadar jika memang selama tujuh bulan ini hampir semua chatnya tidak perna di balas oleh Samudra. Ternyata dia sudah memiliki kekasih. Martha meremas tangannya, dan menahan rasa kesal di hatinya, hingga…

"Kakak, kalau pas delapan bulan jadi ke Semeru kan?"

"Jadi dong, ini sedang kakak siapkan semua," jawab Samudra.

Martha mencoba mengamati, dia merasa jika Sea tidak tahu polemik antara Samudra dan kedua orang tuanya. Dengan polosnya Martha bertanya. "Kamu masih naik gunung Ling?"

"Masih," Jawab Samudra singkat.

"Kalau orang tua mu tahu bagaimana Ling, bukankah mereka akan menghentikan kiriman..,"  Belum sempat melanjutkan pembicaraannya, Pras langsung memotong.

"Kembali yuk, Sea kamu juga harus tidur. Supaya besok bisa menyemangati Samudra."

"Iya Sea. Samudra juga harus persiapan untuk besok kan," bujuk Bonar.

Sea merasa ada hal yang dia tidak ketahui tentang Samudra. "Maksud kakak, kiriman bulanan?” Tanya Sea dengan suara yang menajam.

Martha menyadari jika dia melakukan kesalahan yang fatal. Dia pun segera meralat perkatannya. “Oh bukan apa – apa kok Sea, lagian tanpa kiriman bulanan pun Samudra sudah memiliki pekerjaan,”

Sea semakin bingung dengan perkataan Martha. Dengan tajam dia melihat Samudra yang masih makan dan langsung menarik tangan kekasihnya. “Aku mau pulang, ayo antar aku,” pinta Sea yang kemudian menggandeng tangan Samudra dan pergi dari warung itu. Meninggalkan Martha yang masih terdiam dan tidak dapat berbicara apa-apa lagi.

"Kamu mau kasih tahu Sea kan masalah Samudra dan orang tuanya," kata Bonar.

“Jujur aku reflek Nar serius aku tidak sengaja,” jawab Martha dengan wajah yang penuh penyesalan.

Pras hanya menghela nafasnya dengan kasar. Dia pun meminta Bonar untuk tenang, dan berharap apa yang menjadi ketakutannya tidak terjadi. Pemuda gondrong ini pun membayar makanan mereka dan mengajak Inara serta Arya untuk mencari Sea. Karena kunci kamar mereka ada di Sea semua.

“Nar, aku serius tidak sengaja. Aku kira Sea tahu tentang masalah Samudra dan orang tuanya,”

“Sudah,” sahut Bonar. “Jangan kamu teruskan, benar kata Pras. Semoga tidak ada hal yang buruk terjadi di antara mereka berdua. Lagian Samudra tampak santai saja dan tidak bereaksi, berarti dia sudah memiliki jawaban untuk masalahnya ini. Maaf aku sudah kasar,”

Martha pun bangkit dari duduknya dan mereka berdua berjalan beriringan menuju penginapan. Bonar mengantar Martha hingga tiba di depan pintu kamarnya. "Kamu istirahat dulu ya, aku pergi,"

 "Terima Kasih Nar,"

Mereka pun kembali ke kamar masing-masing untuk beristirahat dari lelahnya hati yang menguras pikiran.


***

Malam itu, Sea terus menggandeng tangan Samudra tanpa tujuan yang pasti, langkahnya cepat dan penuh kegelisahan. Namun, Samudra menarik perlahan tangannya, membuatnya terhenti dari langkah tergesa-gesa.

"Adik, sudah tenanglah," ucap Samudra dengan lembut, mencoba menenangkan hati gadis itu yang sedang kacau.

Sea menatap Samudra dengan mata yang penuh dengan kegelisahan. "Sebenarnya apa yang terjadi, Kak?" tanyanya dengan suara gemetar.

Samudra meraih tangan Sea dan memandangnya dengan penuh kasih sayang. "Ayo, tunjukkan tempatmu menginap. Kita bisa berbicara dengan tenang di sana," ajak Samudra sambil tersenyum lembut.

Mereka pun berjalan bersama menuju ke tempat Sea menginap, yang ternyata tidak terlalu jauh dari tempat penginapan Samudra. Sea membuka pintu kamarnya dengan gemetar. Setelah mereka duduk di dalam kamar Sea, Samudra mulai menceritakan masalah yang sedang dialaminya.

Dia bercerita tentang bagaimana orang tuanya yang menginginkan Samudra kelak menjadi seorang dosen. Sejak kecil didikan yang keras membuatnya selalu merasa tertekan, karena dia tidak pernah memiliki waktu untuk bermain dan mengejar apa yang sebenarnya diinginkannya. Hari-harinya hanya dilalui dengan Les, Les dan belajar.

"Ketika aku di ajak naik gunung oleh senior ku. Dia yang mengenalkan aku dengan alam ini. Dan aku merasa bebas. Aku merasa hidupku menjadi lebih berarti dan aku bisa menjadi diriku sendiri tanpa harus berpura-pura," ujar Samudra, suaranya terdengar penuh emosi.

"Lalu, orang tua kakak bagaimana ketika tahu kalau kakak masih naik gunung dan panjat tebing?" Tanya Sea dengan nada kuatir.

"Uang bulanan kakak di stop sejak semester enam.” Samudra terdiam. “Yah mau bagaimana lagi, justru ketika diperhadapkan denga tembok besar ini, Kakak bisa buktikan dengan hobi yang aku tekuni masih bisa menghasilkan uang sekalipun tidak banyak. Tapi, cukup lah untuk makan, bayar kos,"

Mata Sea mulai berkaca-kaca mendengar cerita itu. Dia tidak menyangka, bahwa di balik senyuman, keceriaan, dan semangat, Samudra sudah melalui hari-hari yang begitu berat. Tidak mudah bagi seorang mahasiswa yang harus bekerja dan berkuliah. Mereka harus pandai mengatur waktu, supaya kerja mereka tidak menggangu jadwal perkuliahan. Apalagi Samudra sementer depan akan mengambil skripsinya.

"Sungguh, aku tak pernah tahu bahwa kau sudah melalui semua itu. Dan, maaf jika selama ini Sea egois dan tidak perna bertanya tentang keadaan kakak,” ucapnya dengan kepala tertunduk.

“Ngapain minta maaf, orang adik tidak salah. Justru kakak harusnya berterima kasih dengan mu dik, Sejak kamu datang dalam kehidupan ku, aku jadi punya semangat baru untuk menyelesaikan kuliah yang ingin aku tinggalkan sejak dulu. Terima kasih sudah menjadi rumah kedua untuk ku." Kata Samudra dan langsung memeluk Sea dengan erat.

"Kak, jangan erat-erat. Kita di kamar berdua. Nanti setan lewat bagaimana?" Ucapan polos Sea membuat Samudra langsung melepas pelukannya sambil tertawa.

"Lucu sekali kamu dik," ucap Samudra. “Ya sudah kamu istirahat ya, kakak pergi dulu. Tidak enak sudah malam. Besok kakak harus bersiap untuk pertandingan.” Ucap Samudra.

“Tapi kak, temani Sea sampai kak Inara datang dong.” Pinta Sea dengan manja.

Samudra menghela nafasnya, mereka pun berdua duduk berdampingan di tempat tidur sambil berbincang hingga keduanya tertidur di tempat tidur bersama.

Di tempat lain Inara, Pras, dan Arya tampak bingung mencari keberadaan Sea dan Samudra. Mereka berputar-putar di sekitar alun-alun berharap menemukan jejak teman-teman mereka.

"Ini sudah terlalu lama, harusnya sih ya mereka berdua sudah kembali," kata Inara dengan nada cemas.

"Aku setuju." timpal Pras, mencoba menenangkan hati. Setelah berdiskusi sejenak, mereka memutuskan untuk kembali ke hotel. Mereka yakin Sea akan baik-baik saja jika bersama Samudra.

Saat tiba di hotel, Inara teringat bahwa kunci kamarnya dibawa oleh Sea. Mereka berusaha menghubungi Sea melalui ponsel, namun tidak mendapat respons. Akhirnya, mereka memutuskan untuk pergi ke resepsionis hotel untuk meminta kunci cadangan.

"Sudah terlalu larut untuk mencari mereka. Kita harus segera istirahat," ucap Pras, mencoba menenangkan teman-temannya yang panik.

Setelah mendapatkan kunci cadangan, mereka segera menuju kamar. Saat pintu terbuka, mereka sontak terkejut melihat Sea dan Samudra tertidur dalam satu bed.

"Ya elah, yang dicari-cari malah enak-enak'an tidur disini," Sindir Pras.

"Eh kalian sudah pulang?" tanya Samudra  dengan suara yang masih terdengar mengantuk saat mereka masuk.

Samudra menggeliat dan duduk, wajahnya masih mengantuk. "Maaf, aku terlalu lelah untuk kembali ke penginapan," jawabnya sambil mencoba bangun dari tempat tidur.

"Kami khawatir dengan kalian berdua, mana kalian tidak memberi kabar lagi," protes Arya dengan nada sedikit ketus.

Samudra hanya tersenyum, mencoba menenangkan teman-temannya. "Maaf, kami tidak bermaksud membuat kalian khawatir. Kami hanya ingin istirahat sebentar," ucapnya.
Mereka pun duduk bersama di sekitar meja kecil di kamar hotel, berbincang ringan sambil menikmati cemilan ringan yang telah disiapkan oleh hotel.

"Sea masih tidur kan?" Tanya Arya.

"Masih," jawab Samudra.

"Kamu tidur saja disini, besok subuh kembali ke penginapan. Sekalian siapkan fisik mu jangan terlalu lelah," usul Pras

Sembari menyesap rokoknya, Samudra menganggukan kepalanya, tanda setujuh. Karena, sudah larut mereka memutuskan untuk menyudahi obrolan mereka dan beristirahat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Agatha

Mimpi si Panjul

Selepas Kau Pergi