Bintang Malam di Ranukumbolo - Bab 4 - Diklat
Sepulang
dari Gunung Penanggungan, hubungan Sea dan Samudra terlihat semakin dekat. Di
awal mereka tampak malu – malu, namun lambat laun keduanya sudah tidak malu
lagi menunjukan perhatiannya, baik saat di dalam kelas maupun di luar kelas.
Samudra
dan beberapa rekannya di panjat tebing
terlihat sibuk latihan fisik, persiapan untuk pertandingan panjat tebing
antar kampus se Jawa Timur. Seperti biasanya, Samudra tampak sedang
beristirahat sebentar.
Ari
melemparkan sebotol minuman ke arah Samudra dan pemuda itu langsung membuka dan
mengenggaknya begitu saja. Peluh mengalir deras, hingga membuat bajunya pun
ikut basah.
“Gila
panas sekali hari ini,” keluhnya sambil mengibas-ngibaskan baju nya.
“Sangat!”
timpal Bonar, yang mengistirahatkan dirinya di samping Samudra.
“Eh
Ling, kau latihan seperti ini apa tidak di cari oleh adik Sea?” tanya Ari.
“Dia
sudah tahu. Aku sudah cerita semua,” jawab Samudra.
“Kau
cerita juga kalau ikut Diklat Jurusan?” mendengar pertanyaan Abdul. Samudra hanya
meliriknya saja, lau menenggak minumannya yang tinggal separuh itu hingga
tandas.
“Aku
tidak ikut, dan tidak mau terlibat di dalamnya.” Jawaban Samudra membuat ketiga
sahabatnya langsung menegang dan menatap Samudra dengan kecewa.
“Lah!
Kok gitu, kita kan pendamping panitia Ling. Ya mana bisa kamu lepas tangan
begitu saja,” protes Bonar.
Samudra
hanya terdiam, sepertinya dia sudah memprediksi jika temannya akan melanyangkan
protes. Tapi, mau bagaimana lagi, dia tidak ingin merusak hubungannya dengan
Sea, terlebih lagi jika kekasihnya tahu bagaimana kejam dan tegasnya dia saat
diklat. Lebih baik tidak ikut dari pada harus mempertaruhkan hubungannya dengan
Sea yang masih seumur jagung.
Ari,
Bonar dan Abul terus membujuknya namun tidak berhasil. Samudra meminta ketiga
temannya untuk tidak memaksanya lagi. Karena, Samudra merasa jika semua
tergantung kepada dirinya, tidak akan ada regenerasi.
“Ya
sudah tidak usah di paksa,” Ucap Bonar melemah.
“Tapi
Nar, tanpa Samudra kita team kita akan terasa kurang.” Sahut Abdul.
“Biar
Indra saja yang membujuknya. Dia kan kepel nya (Ketua pelaksana).” Jawab Bonar
sambil menujuk ke arah lapangan, dimana Indra sedang berjalan menuju tempat
mereka.
Ketika
Indra sudah ada di dekat mereka, Samudra hendak memilih pergi. Tapi, dengan
segera pemuda bertubuh kecil ini langsung menghadangnya. Dan, meminta Samudra
untuk mendengarkannya dulu.
“Cari
orang lain saja Ndra,” Tolak Samudra langsung.
“Ayolah
Ling, berkawan lho kita masa iya tidak
mau bantu,” Pinta Indra dengan memelas.
Samudra
menyadari perannya di diklat ini cukup penting. Karena, diklat jurusan untuk
Angkatan baru adalah ini anak semester lima lah yang menjadi mentor anak
semester tiga. Dan, Samudra lah ketua kelas semester lima. Akan terasa aneh
jika dia tidak bergabung. "Iya, tapi aku tidak bisa Indra," jawab
Samudra sembari merapikan perlatannya.
"Peran
kamu vital lho," bujuk Indra lagi.
"Kan
ada Bonar, Ari, Pras, Abdul sama senior lain Kalian tak perlu aku," tolak
Samudra.
“Ya
kan kamu ketua kelasnya Ling, masa iya kami gerak tanpa kamu,” celetuk Bonar.
Sama
seperti yang lain, usaha Indra pun ternyata sia – sia karena Samudra masih
tetap pada pendiriannya. Hingga ide jahil muncul dari otak Abdul, yang tanpa
sengaja melihat Sea yang berjalan ke tempat mereka, dan Samudra tidak tahu.
"Coba
kau pergi ke Sea saja Ndra. Pasti dia mau,"
“Sea??”
Tanya Indra dengan wajah bingung.
“Mereka
kan sedang pacaran,” Jawab Bonar sambil terkekeh melihat ke Samudra yang sudah
melotot ke arahnya.
Mendengar
itu, Indra cukup kaget. Karena dia tidak tahu jika Samudra sudah memiliki
pacar, dan Sea lah orangnya. Mahasiswi baru incaran senior – senior. "Oke
deh, aku pergi ke Sea dulu kalau begitu. Kebetulan dia sudah mendaftar,"
jawab Indra, namun belum sempat dia pergi, tangan Samudra sudah mencengkram
erat pundak Indra yang kecil itu.
"Kau
dekat-dekat Sea, aku patahkan pundak mu!" Ancam Samudra.
"Tidak
apa-apa, aku rela tangan ku patah asal kamu ikut." Tantang Indra.
"Hallo
kak Indra," sapa Sea ramah. Dan, Samudra langsung melepaskan
cengkramannya.
"Hallo
Sea, gimana persiapan untuk Diklat?" Tanya Indra
"Sudah
siap kak," jawab Sea.
Indra
yang sudah lepas dari cengkraman Samudra, berdiri di samping Sea.
"Eh
Sea, aku bisa minta tolong tidak,"
Mendengar
itu mata Samudra mulai membola dan langsung memotong pembicaraannya
"Tunggu
saja di ruang meeting!”
Senyum
tipis tersungging dari bibir Indra. Akhirnya dia bisa membuat Samudra ikut
dalam diklat tanpa harus memakai otot.
"Kak
Samudra ikut?"tanya Sea dengan mata yang berbinar.
"Iya
ikut, tapi bukan peserta atau panitia. Hanya tamu saja, karena para senior
pasti berkumpul disana," jawab Samudra sebari menggulung tali miliknya
lalu memberikannya kepada Abdul.
"Oow
ya tidak apa-apa. Kalau ada kak Samudra kan Sea jadi berani," ucapnya
sambil memberikan belanjaan yang dia beli tadi.
"Adik,
Disana nanti kakak hanya melihat saja," ucapnya.
"Oow,
tapi nanti tidak ada jurit malam atau hal aneh – aneh kan?" Tanya Sea
dengan curiga.
"Aneh-aneh
apa? Tidak ada aneh-aneh. Justru di diklat nanti mental dan mu."
Sementara
Sea dan Samudra berbicara kepada Sea. Bonar, Indra Abdul dan Ari saling
berbisik. Mereka bertiga menyimpulkan jika diklat nanti adalah cobaan pertama
mereka sebagai pasangan kekasih. Karena, Sea akan melihat sisi lain dari
Samudra jika sedang Diklat.
"Kalau
mereka putus setelah diklat gimana?” Tanya Bonar.
"Ya..
kalau ada apa-apa biar Indra saja yang tanggung jawab. Aku mah ogah,"
lanjut Abdul lagi sambil terkekeh.
"Tidak
mungkin ada masalah, kalau salah paham mungkin bisa terjadi. Tapi, aku yakin
Keling bisa mengatasi ini," jawab Indra, yang setelah itu berpamitan untuk
pergi ke sekret BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa).
Sementara
itu, kedua love bird ini tampak masih berdiri ditempat yang sama. Dan.
Sepertinya mereka sedang berada dalam percakapan yang serius. Sea merasa jika
ada sesuatu yang di sembunyikan oleh kekasihnya. Karena tidak biasanya Samudra
tampak gugup saat membahas tentang diklat. Dan hanya memberikan pesan – pesan
yang mengisyaratkan ada sesuatu hal yang akan terjadi di sana.
"Kakak
yakin ya tidak ada yang disembunyikan?" Sea masih mempertanyakan tentang
Diklat Jurusan.
"Tidak
ada Sea. Kita bicara nanti saja ya, lihat itu Ayu sudah memanggil kamu,"
kata Samudra sembari menunjuk ke arah Ayu yang sedari tadi melambaikan
tangannya.
"Oh
iya lupa," jawabnya sambil terkekeh. "Nanti aku pulang sama Ayu, jadi
kakak tidak usah antar ya. Kalau sudah sampai rumah aku kabari. Jangan lupa
minum air putih, kurangi rokok sama kopi," lanjut Sea yang kemudian
melambaikan tangannya ke arah Samudra.
Pemuda
ini hanya tersenyum malu melihat tingkah Sea yang tampak menggemaskan. Bonar,
Ari dan Abdul yang dari tadi hanya melihat dari jauh mulai mendekat ke arah
Samudra.
"Aku
lihat dia mulai nyaman denganmu?" Tanya Ari. Samudra hanya tersenyum.
"Sainganmu
banyak lho Ling," celetuk Bonar.
"Biar
saja, aku tidak peduli. Toh aku sudah menang satu langkah," jawabnya.
"Lantas
untuk Diklat nanti bagaimana? Apa kamu akan jadi seperti biasanya?" Tanya
Bonar.
"Dipikir
nanti saja. Yang pasti aku minta tolong kerja samanya," jawab Samudra yang
kemudian mengemasi peralatanya,
Sejujurnya,
dalam benaknya penuh dengan kebimbangan. Tapi, Samudra sudah memutuskan untuk
ikut Diklat jadi mau tidak mau harus bisa memisahkan antara tugas sebagai
seorang senior dan seorang pacar. Sekalipun dia tahu, menjadi senior dalam
Diklat jurusan harus mewajibkannya memberikan pertanyaan kritis yang penuh
dengan presure. Bahkan Dia bisa
membentak dan berteriak kepada mahasiswa baru. Tapi, berteriak kepada Sea,
apakah dia mampu?
***
Malam itu, di kamar kos nya. Samudra mendarkan kepalanya pada tumpukan bantal yang
telah disusun rapi, sambil bermain ponsel. Tampak satu pesan masuk dari Sea.
“Kak,
Sea sudah pulang.”
“Oke,
besok kakak jemput e,” ketik Samudra
“Oke
Keling.”
Balas Sea.
Samudra
tersenyum sendiri melihat percakapannya dengan Sea. Namun, hatinya kembali
menjadi gunda saat teringat tentang Diklat. Samudra membuka galeri dalam
ponselnya. Dipandangnya wajah cantik Sea yang ada di galerinya. Hanya melihat
wajah Sea, hatinya menjadi tenang. Samudra mendekap ponselnya dan mulai
memenjamkan mata. Membiarkan kecemasan larut dibawa oleh malam, dan mengantinya
dengan keceriaan pagi.
Ke
esokan hari, di pagi yang cerah. Seperti biasanya, Samudra menjemput Sea di
depan Komplek rumah. Sea sengaja meminta Samudra menjemputnya disana karena
tidak ingin mendengar omelan dari Papanya.
Di
sepanjang jalan mereka berbincang dan bercanda, karena hari masih pagi Samudra
mengajal Sea untuk sarapan nasi pecel depan minimarket dekat kampus. Sementara
Samudra memesan nasi, Sea membeli dua air mineral.
“Ini
makan,” Samudra meletakan dua piring nasi di atas meja.
“Kelihatannya
enak,” kata Sea.
“Pasti
enak lah, siapa dulu yang pesankan,” jawab Samudra sambil terkekeh.
Dan,
mereka berdua pun makan dengan lahapnya. Di tengah – tengah mereka makan, Sea
memberikan pertanyaan tentang diklat lagi. Kali ini, tersirat jelas ekspresi
tegangnya.. Samudra meraih jemari Sea dan mengusapnya dengan lembut.
“Adik
tidak usah kuatir ya, tidak ada acara aneh – aneh kok. Lebih banyak outbond dan diskusi saja,”
Kata Samudra.
"Ehm..
tapi kakak berangkat dengan Sea dan peserta lain kan?” tanya Sea.
"Tidak,"
Mendengar jawaban itu, wajah Sea semakin menegang. Karena, dia berharap dengan
kehadiran Samudra dia bisa aman dari ke isengan para seniornya.
"Kenapa
kamu mendadak tegang Dik? Sakit perut?” goda Samudra.
“Ih,
males lah! Aku ini sungguhan kak. Aku takut kalau nanti di gangguin sama senior
– senior memang kakak tega aku di gangguin mereka?” Protes Sea.
Samudra
hanya tersenyum sambil melahan sesuap nasi. “Adik tidak perlu kuatir. Tidak ada
senior yang berani ganggu pacarnya Keling. Dan untuk diklat, Aku yakin kamu
bisa menghadapinya. Pacar kakak kan pintar dan tidak kalah kritis seperti
kakak,”
Sea
tersenyum malu mendengar pujian itu, yah sekalipun masih tegang, tapi sudah
tidak seperti kemarin. Karena, jika menurut kekasihnya dia bisa, berarti memang
bisa.
“Lalu
kakak ke tempat diklat kapan?” tanya Sea.
“Belum
tahu, kakak soalnya menemani senior. Jadi kakak minta maaf dulu nih ya, kalau
besok kakak lebih banyak dengan senior lain. Karena kakak tidak ingin menggangu
mu oke,” jawab Samudra.
“Oke,
asal ada kakak disana aku tenang,”
Samudra
tersenyum sambil melanjutkan suapan terakhirnya. Beberapa menit kemudian
makanan dan minuman mereka berdua habis. Samudra membayar makanan mereka dan
kemudian melanjutkan perjalanan mereka ke kampus.
"Dik,
nanti sampai kampus kamu langsung ke kelas dulu ya, kakak tidak bisa antar
soalnya ada janji sama Indra dan BEM.” Kata Samudra.
“Oh
oke, lama tidak?” tanya Sea.
“Tidak.,”
jawab Samudra. “Cuma nanti, kakak kan mengurusi penyewaan tenda kalian. Jadi
kemungkinan besar, mendekati hari diklat kakak bakal sibuk. Kamu pulang sama
Ayu dan Bella ya. Atau kalau ada apa – apa minta tolong Pras.” Lanjutnya.
“Kak
Pras tidak ikut bantu kakak?” Tanya Sea lagi.
“Tidak,
karena bukan jobdesknya. Sekarang, Sea turun dulu ya…mau sampai kapan naik
motor terus,”
“Eh
iya,” Ucap Sea sambil terkekeh, dia tidak sadar jika sudah dari tadi tiba di
parkiran motor.
“Dulu
saja suka kalau kakak dekati selalu lari, sekarang nempel terus,” Goda Samdura.
“Biarin,”
Setelah
itu, Sea berjalan menuju kelas sementara Samudra sudah langsung menuju ruang
BEM. Karena hari H sudah semakin dekat, jadi mereka mau mempersiapkan semua
dengan sebaik mungkin. Sebagai seorng senior, dan Pembina panitia Samudra
bertanggung jawab dengan kegiatan ini. Kesuksesan diklat tahun ini, kesuksesan
Angkatan Samudra juga.
“Sea
aman Ling?” tanya Arya.
“Untuk
sementara aman. Tidak tau lagi saat diklat nanti,” jawan Samudra.
Dan,
meeting mereka pun di mulai. Indra memaparkan rundown dan setiap acara apa yang
akan di pakai untuk permainan dan outbond diklat nanti. Semua berjalan lancar,
hingga masuk pertanyaan saat penyambutan mahasiswa.
“Yakin
kamu bisa adil?” tanya Rendra dengan nada mencibir.
Samudra
mengambil sebatang rokok dan menyalakannya. Lalu menyesapnya dan membuang
asapnya tepat di depan wajah Rendra. “Kalau kamu ragu aku bisa adil atau tidak.
Kenapa tidak kamu saja yang maju. Atau kamu punya saran lain?” jawab Samudra
dengan datar. Rendra langsung terdiam dan mengepalkan tangannya. “Kalau tidak
bisa memberikan jawaban jangan perna memberikan pertanyaan.” Lanjut Samudra lagi.
Semua
team langsung menegang melihat wajah Samudra yang mulai berubah menjadi serius.
Rendra memang selalu suka menyanggah Samudra tapi jika pertanyaan itu di
kembalikan, dia tidak bisa menjawabnya.
“Ya
kan siapa tahu jika..jika kamu tidak bisa professional.” Balas Rendra dengan
suara yang di mantapkan.
“Jangan
berbicara profesionalitas, kamu sendiri bagaimana? Atau mau aku ungkit?” jawab
Samudra dengan santai.
Masih
teringat jelas dalam memori Samudra, dimana Rendra membocorkan rundown
acara diklat kepada mahasiswa baru yang
disukainya saat itu, hingga acara puncak jurit malam hampir saja gagal dan
membuat Samudra bertanggung jawab kepada Senior. Untung saja, Samudra selalu
memiliki planning ke dua.
“Kenapa
diam? Bukankah kamu dari dulu ingin jadi ketua kelas Angkatan kita. Atau kamu
saja penanggung jawab anggatanya Indra. Aku mundur?”
Ketegangan
mulai terasa, Pras yang dari tadi menahan tubuh Samudra yang makin lama makin
mendekat kearah Rendra. Sementara Yoga menarik, tubuh Rendra sedikit menjauh
dari Samudra. Inara pun mengkode Indra untuk segera membubarkan Rapat.
“Oke
karena aku rasa semua sudah selesai, sisanya nanti di bahas per team ya,” Ujar
Indra. Dan semua orang pun meninggalkan ruangan, tak terkecuali Rendra dan
Samudra.
Pras
langsung menarik Samudra untuk menuju sekret, karena dari gelagatnya ingin
mengejar Rendra dan menghajarnya habis – habisan. Setibanya di sekret, Samudra
marah kepada Pras karena sudah menghalanginya.
“Kalau
kau pukul itu anak. Dan Sea dengar, gimana? Mau dia sama kau? Ingat kalian
masih probation jangan rusak itu,” Perkataan Pras seakan menyadarkan Samudra.
Pemuda ini hanya bisa menghela nafas kasar dan mengusap wajahnya. “Masih marah?
Atau mau ingin menghajar Rendra? Sana tak kuhalangi lagi. Silakan tumbuk itu
anak sampai babak belur,” lanjut Pras.
“Oke,
sorry.”
“Mau
ku panggilkan Sea?”
“Sama
saja bunuh diri bodok!”
Pras
tertawa lepas mendengar itu. Pemuda gondrong ini mengambil sebotol mineral di
kardus dan memberikannya kepada Samudra. “Minum biar tenang,” ucap Pras.
“Terima
Kasih,”
“Hari
ini kau antar Sea?”
“Tidak,
tadi aku sudah bilang kepadanya. Aku mau bayar sewa tenda untuk tamu.”
“Tenda
Cadangan?”
“Iya,”
“Sama
Arya?”
“Iya,
aku sudah janjian nanti sore,”
Sementara
di tempat lain, Sea dan kedua temannya tampak sibuk mencatat setiap kebutuhan
yang mereka butuhkan di diklat nanti. Beberapa teman Sea bertanya kepadanya,
bagaimana diklat nanti. Karena Sea sendiri juga tidak tahu dia pun menjawab apa
adanya.
“Masa’
sih tidak tahu. Kan kamu pacarnya kak Samudra, ayo lah Se,” tanya Siska dengan
sedikit memaksa.
Sea
melihat Siska dengan menghela nafas kasar. “Aku tidak tahu Sis, bukan berarti
aku pacarnya jadi harus tahu semua tentang kegiatannya.” Jawab Sea ketus.
“Awas
saja kalau kamu di spesialkan,” sahut Priska.
“Memangnya
aku telor bebek, di spesialkan. Sama saja kali Pris.” Jawab Sea.
Karena
suasana kelas seakan memojokan Sea, Ayu dan Bella segera mengajaknya untuk
pergi belanja untuk kebutuhan diklat nanti. Mereka bertiga pun segera
meninggalkan kelas dan pergi ke salah satu mall.
Saat
asik berbelanja, Sea melihat ada sebuah topi bagus yang cocok jika di gunakan
oleh Samudra. Tanpa berfikir panjang Sea membeli topi itu dan membeli pula
sebuah jaket berwarna biru tua.
“Buat
Kak Samudra Se?” tanya Bella.
“Iya,”
jawab Sea sembari merapikan barang belanjaannya.
“Kamu
sudah bisa menerima dia Se?” tanya Ayu.
Sea
tidak menjawab apa – apa. Dia hanya tersenyum sambil berjalan kembali mencari
kebutuhannya. Hal, ini yang membuat kedua sahabatnya bimbang. Apakah Sea sudah
bisa menerima Samudra atau tidak, mengingat status mereka yang masih probotion.
Ayu dan Bella menduga jika Sea sudah mulai nyaman dengan Samudra. Karena sudah
terlihat jelas dari setiap perhatian
yang sahabatnya berikan kepada Samudra. Mungkin hal ini yang membuat Sea tidak
menjawab, karena dari tindakannya sudah terlihat jelas jika dia sudah mulai menyukai Samudra.
***
Hari yang di nantikan pun tiba. Mahasiswa peserta diklat mulai berkumpul di
pendopo kampus. Beberapa orang tampak bingung membawa koper mereka, ada yang
membawa tas jinjing dan ada juga yang membawa ransel.
"Para
peserta Diklat harap berkumpul sesuai urutan kelompok ya," seru Arif,
selaku Sie acara untuk Diklat ini. Para peserta mulai berkumpul dengan kelompok
mereka masing-masing.
Termasuk Bella, Ayu dan Sea, yang kebetulan dalam Diklat ini mereka tidak
bertemu dalam satu kelompok. Sea di kelompok biru, Ayu di kelompok Hijau dan
Bella di kelompok merah.
"Se,
pacar kamu kemana?" Tanya Ayu.
"Ada
urusan sih katanya, cuma dari kemarin tidak bisa di hubungi," jawab Sea.
"Tapi
ikut kan?" Tanya Ayu lagi.
"Ikut
kok, cuma menunyusul." jawab Sea dengan hati was-was. Karena tidak
biasanya Samudra mengabaikan pesannya.
Setelah
semua team berkumpul, Arif memulai acara Diklat ini dengan doa terkebih dahulu.
Karena, mengingat lokasi untuk Diklat ada di luar kota dan di lereng gunung. Kemudian,
setelah berdoa. Semua peserta mulai naik dalam bus yang sudah disiapkan. Sea
duduk di bangku tengah bersama Ayu dan Bella.
Selama
perjalanan, Sea terus memandangi layar ponselnya. Setiap ada notifikasi,
hatinya gembira tapi saat di lihat bukan dari orang yang dia tunggu wajahnya
kembali sendu.
'Ihh Samudra ini kemana sih,' gumannya kesal sembari terus menatap layar
ponselnya yang gelap.
"Kamu
kenapa Se?" Tanya Ayu.
"Sang
kekasih tidak membalas pesannya dari kemarin," ledek Ayu.
"Widih,
sudah kangen saja," goda Bella.
"Diem
gak, atau aku tutup mulutmu pakai lakban," ancam Sea, sembari mengeluarkan
lakban hitam dari tas nya.
"Ampun
nyonya Keling.. ampun," sahut Ayu sambil sedikit memundurkan badannya.
"Jangan-jangan
Kak Keling ini sudah sampai di sana?" Tebak Bella. "Soalnya kakak ku
bilang, kalau diklat di gunung itu berat, kita akan di marah-marahi terus di
bentak-bentak. Teman kakak ku sampai pingsan-pingsan dan pipis di celana juga saking
keras diklatnya," jelas Bella sembari berbisik dan melirik ke berbagai
arah.
"Waduh,
Se. Masa' kak Keling nanti bagian bentak-bentak," sahut Ayu dengan wajah
yang mulai ketakutan.
"Bisa
jadi, kan dia dapat julukan si Sillent killer."
"Apa
itu?" Tanya Sea penasaran.
"Kamu
pacarnya tapi gak tahu?" Tanya Bella sambil membolakan matanya. Sea dengan
polosnya menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kamu
pacaran sama dia ngapain aja sih. Sampek hal se umum ini tidak tahu? Main candy
crush?" Ledek Bella.
"Ndak
lah, kita berdua main homscape sih seringnya." Jawaban polos Sea membuat
Ayu dan Bella tertawa terbahak-bahak. Untung saja suara lagu dangdut di bis
cukup keras, sehingga beberapa orang tidak terlalu memperhatikan mereka
bertiga.
"Serius?"
Tanya Ayu.
"Iya
serius!" jawab Sea. "Terus itu Sillent killer itu apa
maksudnya."
"Sillent
killer itu sebenarnya ungkapan untuk sebuah penyakit yang mematikan dan
mengancam. Yang punya ciri khas dapat muncul tiba-tiba lalu membuat kondisi
memburuk secara tiba-tiba tanpa gejala. Samudra itu jarang muncul di publik
tapi sekali muncul dengan satu pertanyaan bisa membuat orang lain tidak bisa
menjawabnya. Dan, langsung mati kutu," jawab Inara yang tiba-tiba muncul
dari belakang mereka.
Sea,
Ayu dan Bella pun langsung kelabakan dan mencoba untuk tersenyum sambil menyapa
“Hallo kak Inara,”
“Hai,”
Sapa balik Inara dengan ramah. “Kamu cari Keling Se?” Tanya Inara.
“Iya
nih kak, dari kemari tidak memberi kabar apa – apa,” jawab Sea sambil mengembuskan
nafas kasarnya sembari menatap layar ponselnya yang masih gelap.
“Oh
mungkin sedang menemani senior, biasanya kalau senior ngajak ngobrol bisa
lama,” jawab Inara. Sea pun menganggukan kepalanya dan berusaha memaklumi
kondisi kekasihnya.
“Udah,
gak usah kepikiran gitu. Lagian kemana lagi Kak Samudra kalau tidak bersama
senior. Masa sama cewek,” ledek Ayu sambil menyenggol lengan Sea.
“Eh
jangan salah,” sanggah Inara. “Samudra itu fans nya banyak. Jangankan yang di
kampus di luar kampus pun banyak,” lanjutnya.
“Masa
sih kak?” tanya mereka bertiga kompak.
“Serius!
terutama anak Jurusan Teknik dan Kedokteran, banyak yang suka Samudra. Cuma
karena dia suka di sekret mangkanya tidak terlihat. Coba kalau dia lagi bantu
anak Teknik diklat atau fakultas lain diklat dah macam Will Smith dia.” Jawaban
Inara membuat hati Sea memanas.
Dia
tidak menyangka jika selama ini ternyata memiliki banyak pesaing. Pantas saja
Samudra lebih suka berkutat di area Fakultas Ilmu Komunikasi ketimbang
nongkrong di aula kampus, tempat banyak mahasiswa semua jurusan berukumpul.
Sea
meremas ponsel miliknya sampai akhirnya satu panggilan yang dinantikannya dari
semalam pun muncul dan membuat senyuman terbit di wajahnya, dan melupakan
sejenak rasa cemburu yang berkobar dalam hatinya.
"Hallo,"
"Hallo
Adik, maaf kemarin ada urusan jadi aku tidak sempat membalas pesan mu. Kamu
sudah sampai kah?" Tanya Samudra.
"Sepertinya
sudah Kak, ini sudah masuk bumi perkemahannya."
"Adik
baik-baik ya, apapun nanti kamu tidak boleh lemah." Pesan Samudra.
"Siap
kakak bos,"
"Lucu
sekali kamu dik, kakak nikahi ya setelah kakak lulus," goda Samudra.
"Heleh
gombal, dasar item! Sudah matikan," jawab Sea dengan ketus lalu
mematikannya, karena suara toah dari panitia mulai berbunyi.
"Oke
semua peserta harap turun dan langung berbaris dengan kelompoknya!" Titah
Arif. Semua peserta turun dari bis, dan disambut dengan udara dingin dan hawa
sejuk pegunungan. Tampak pohon-pohon pinus menjulang tinggi menambah kesan asri
tempat perkemahan itu.
Para
peserta mulai mengambil posisi masing-masing sesuai dengan urutan kelompok. Ketika
mulai berbaris, mata Sea mulai berkeliling memandang satu persatu para panitia
dan senior-senior yang berdiri di atas, karena lokasi perkemahan sedikit
menanjak.
"Ambil
ponsel kalian dan serahkan itu kepada Arya dan Inara!" Suruh Arif.
Sea
hanya diam, mencoba memahami situasi yang akan dia hadapi. Yang dilakukannya
hanya menatap Arif dengan tatapan tajam.
"Kenapa
mata kamu melotot! Tidak terima!" Bentak Ardi, salah satu panitia.
"Biasa
aja," jawab Sea santai.
"Oow
nantangin kamu!" Bentak Ardi lagi.
"Apakah
ada kalimat yang saya ucapkan terkesan sedang menantang kakak?" Balas Sea.
Mendengar
Sea berargumen, Ari dan Pras yang ada di bawah. Membalikan badan dan mencoba
menahan tawa mereka.
"Ya
ampun Ri, Keling junior ini mah," celetuk Pras. Ari yang masih terkekeh
hanya bisa mengangguk dan melihat ke arah Samudra yang duduk di atas.
Sementara
itu, di balik pepohonan, Samudra menatap Sea dengan rasa cemas. Hatinya
berdebar-debar saat kekasihnya mulai berargument dengan panitia. Namun, saat
ini dia harus menjaga perannya untuk
menjaga Diklat ini berjalan dengan baik dan tidak bisa membela Sea, atau
mendukungnya.
Para
panitia mulai mengambil ponsel peserta, dan menyimpannya dalam satu kantong
khusus. "Siapa nama kamu?" Tanya salah seorang senior kepada Sea.
"Sea
Dahayu," jawab Sea.
"Ehm...
Kamu marah saat ponsel kalian di simpan sementara?”
"Tidak,”
Lalu
kenapa kamu melotot ke arah Ardi?"
"Saya
punya mata, jadi saya melihat. Apakah salah? Sekarang jika tidak memperhatikan
salah, kalau memperhatikan di bilang nantang. Jadi panitia baperan amat,"
jawab Sea.
Para
senior mulai tertarik dengan sikap berani Sea. Jarang ada mahasiswa baru yang
berani berargumen sesantai itu dengan senior. "Ling! Keling! Tugas
mu," seru Abdul.
Mata
Sea langsung membola ketika dia melihat, Samudra turun dari atas dengan memakai
pakaian serba hitam, topi, dan scarft merah pemberian Sea. Dengan tenang
Samudra mulai menuruni jalan terjal itu, sambil mengambil sebuah rokok yang
terselip di kantong jaketnya.
Samudra
mulai menyalakan rokoknnya dan berjalan mendekat ke arah Sea yang menatapnya
dengan tatapan marah. Di dalam hatinya Samudra merutuki kesialannya hari ini.
‘kenapa aku yang harus maju,’ sesalnya dalam hati. Tapi, mau bagaimana lagi dia
harus tetap profesionalnya dan ini demi kebaikan Sea.
"Adik
tahu peraturan di Diklat ini," tanya Samudra santai sambil menyesap
rokoknya. Namun, di luar perkiraan Sea merampas rokok milik Samudra dan
membuangnya.
Para panitia dan senior mulai memucat terutama Indra. Karena, mereka tahu jika
Sea adalah pawang dari Samudra. Akan merusak image Sillent killer. Dan, mungkin
hal yang lebih parah adalah jika Sea putus dari Samudra. Indra akan menjadi
sasaran utama luapan emosi dari Samudra.
"Ini
kalau Sea sampai marahan sama Samudra. Mati kita," celetuk Arya kepada
Indra.
"Kita
lihat saja dulu," bisik Indra yang berusaha tenang di situasi yang
memanas.
"Tidak
tahu kak," jawab Sea. Samudra membungkuk dan mengambil rokok yang sudah di
buang oleh Sea, lalu membuangnya ke tempat sampah.
"Peraturan
di Diklat ini," Samudra berdiri tepat dihadapan Sea dengan jarak yang
sangat dekat. 'Tuhan, manis sekali dia. Tidak fokus aku,' guman Samudra dalam
hatinya. "Pertama senior selalu benar, jika senior salah ingat yang
peraturan yang pertama. Paham!" Seru Samudra dengan setengah membentak.
"Oh
oke," jawab Sea santai.
"Karena
adik, melawan terus dari tadi kalian.."
"Apa!"
Sea memotong perkataan Samudra.
Samudra
langsung membalikan badan dan memasang ekspresi kesal kepada Indra.
"Ini gimana!" Ucap Samudra lirih.
"Kalau
saya melawan, kakak mau apa?"
"Push
up 10 kali dan skotjump 10 kali," jawab Pras yang berjalan maju dan
berdiri sejajar dengan Samudra yang sedikit lagi mulai hilang fokus.
"Ssst,
kamu diam saja?" Pinta Ayu dengan gemas, mematahkan keheningan di antara
mereka.
Sea
menatap Samudra dengan tatapan kecewa, tapi Samudra hanya bisa diam dan
sesekali melirik ke arah Sea. "Sudahlah, kita patuh saja dulu. Biar tidak
jadi masalah," ujar Bella dengan nada penuh penyesalan.
Indra
memandang tajam ke arah mereka, "Kamu tahu Sea, kesalahan kecilmu bisa
membuat teman-teman mu ikut merasakan hukuman juga. Semua! Skotjump dan push up
masing-masing satu set! Cepat!," Perintah Indra.
Sea
ingin bersuara lagi tapi Bella melarangnya. "Ayo, tidak usah diperpanjang.
Kita ikuti saja dulu," desak Bella dengan lembut, mencoba menenangkan Sea.
Meskipun
kecewa, Sea akhirnya mengikuti perintah dan mulai melakukan push up dan
skotjump dengan teman-temannya semua. Di dalam hatinya, pertanyaan tentang
sikap Samudra masih terus berkecamuk.
Hukuman
telah berakhir, mereka pun segera di bawa ke lokasi camp. Disini, Samudra
mencoba membantu Sea untuk membawakan tas miliknya tapi tangan Samudra langsung
di tepis oleh Sea.
"Aku
bisa sendiri," jawab Sea ketus dan mempercepat laju jalannya.
Samudra
menghela nafas panjangnya, hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. 'alamat
di diemin ini aku,' gumannya. Samudra pun mempercepat laju jalannya sehingga
menyamai Sea.
"Ih
apa sih," keluh Sea dengan nada kesal. Samudra ingin menggandeng tangan
Sea lagi tapi gagal.
"Lupa dengan pesan kakak?" Tanya Samudra lirih. "Mentalmu akan
terbentuk disini. Dan itu tugas kami senior," lanjut Samudra yang kemudian
berjalan mendahului Sea dan berkumpul dengan teman-temannya di tenda.
"Se..
jangan marah dengan kak Samudra. Ini tuntutan dia sebagai senior juga."
Bisik Bella.
"Iya
aku tahu kok, cuma tidak suka aja sama ketidak jujurannya. Lihat saja
nanti,"
Sea
adalah gadis yang nekat. Entah apa yang sudah dia rencanakan. Yang pasti,
hatinya memang sudah panas ketika menemukan fakta baru jika kekasihnya,
ternyata cukup populer di kampus lain.
***
Para peserta sudah tiba di ground mereka. Tampak beberapa tenda terpasang rapi
di sana. Tenda besar di tengah tepat di depan api unggun adalah tempat untuk
tidur peserta, sementara di sisi kiri tenda konsumsi dan sisi kanan tenda
panitia. Sedangkan tenda-tenda kecil yang ada di sekitaran mereka adalah tenda
para senior kampus.
"Baik
teman-teman, sebentar lagi kita akan Isoma (istirahat, sholat, makan). Yang mau
sholat silakan mengikuti kak Bimo, kalau yang Non Muslim bisa istirahat di
tenda." Arya memberikan pengumuman.
Dengan
segera para peserta meletakan tas mereka sesuai kelompok dan segera sholat. Sea,
Ayu dan Bella memilih untuk mengistirahatkan kaki mereka dulu, beserta
teman-teman mereka yang lain yang Non Muslim. Mata Sea menatap tajam ke salah
satu tenda, dimana tampak Samudra, Pras, Bonar dan Yoga duduk santai sambil
merokok, tak lupa di tengah-tengah mereka duduk tampak sebuah botol bening dan
beberapa gelas sloki.
"Pacar
kau terus tengok kemari, takut awak jadinya," ucapan Yoga membuat yang
lain menoleh ke arah Sea.
"Mak!
Macam sniper yang sudah mau menembak mangsa saja, si kecil cabe rawit tuh,"
ucap Bonar sembari meneguk se-sloki minuman.
Samudra
yang melihat ke arah Sea, langsung melambaikan tangannya seperti mengisyaratkan
Sea untuk berkumpul dengannya. Bukan Sea namanya, jika tidak menghampiri
Samudra. Dengan langkah cepat, gadis muda ini menujuh tenda Samudra. "Apa
panggil-panggil," tanya Sea ketus.
"Duduk
sebelah kakak dulu e, Kakak mau bicara sebentar sama adik," jawab Samudra
dengan nada lembut.
"Apa?
Mau pamer minum-minuman? Oh atau pamer cewek?"
Samudra
langsung mengernyitkan dahinya. Dia bingung dengan perkataan kekasih kecilnya.
'cewek mana?' gumam Samudra dalam hati. Samudra bangun dari duduknya, lalu
menggandeng Sea dan membawanya jauh dari ground mereka.
"Lepas
kak," pinta Sea dengan meronta. Tapi cengkraman Samudra sangat kencang
hingga membuat Sea kesakitan. "Kak sakit," keluh Sea sambil sedikit
menangis. Samudra langsung melepaskan cengkeramannya dan mulai mengintrogasi
Sea.
"Dengar,
apa maksud tuduhan adik tadi tentang wanita?" tanya Samudra dengan serius,
matanya menatap tajam Sea.
Sea
terperanjat mendengarnya. "T-tidak apa-apa," ucapnya, mencoba
menyembunyikan cemburunya.
"Tidak,
Sea. Aku ingin tahu. Siapa wanita yang kamu tuduhkan?" Samudra bersikeras.
Dengan
ragu, Sea akhirnya mengungkapkan kecurigaannya tentang seorang wanita yang
mungkin saja dekat dengan Samudra, karena kemarin dia susah untuk di hubungi.
Namun, Sea tidak percaya sampai Samudra menunjukkan isi ponselnya.
"Lihat,
aku tidak punya hubungan apapun dengan wanita lain, atau siapapun. Kamu adalah
satu-satunya di hatiku," ucap Samudra dengan tulus, sambil menunjukkan
layar ponselnya.
Sea terdiam, hatinya terasa hangat melihat wallpaper ponsel Samudra yang berisi
foto dirinya yang tertidur pulas. Dan saat dia melihat isi pesan yang sepi,
hatinya merasa lega. Hanya ada beberapa chat dari teman-temannya, dan tak satu
pun yang mencurigakan.
"Lalu
kemarin kenapa tidak bisa di hubungi?" Tanya Sea.
"Oke
aku jujur, aku bantu panitia siapkan ground dan memasang tenda kalian. Itu
kenapa aku tidak bisa menghubungi mu. Kamu boleh tanya Indra setelah Diklat
ini. Dan satu hal, aku tidak perna dekat dengan perempuan manapun. Hanya dua
Wanita yang dekat dengan ku, Ibu ku dan kamu Sea. Jadi tolong, tanyakan saja
semua apa yang ingin kamu tahu tentang aku, pasti aku jawab." Samudra
telah menjelaskan dengan tulus.
Kini
Sea hanya bisa terdiam, terpaku oleh kata-kata yang disampaikan dengan penuh
kelembutan oleh Samudra. Matanya tertunduk, merenungi perasaan campur aduk yang
bergelayut di lubuk hatinya.
Tiba-tiba,
Samudra meraih tubuh Sea dengan lembut, memeluknya erat. Rasanya hangat dan
menenangkan. Dalam dekapannya, Samudra mengutarakan perasaannya sekali lagi dengan
penuh ketulusan. Hanya Sea, satu-satunya yang ada di hatinya.
"Sea,
aku sayang kamu. Aku hanya ingin kau tahu bahwa tidak ada yang bisa
menggantikanmu di hatiku," ucap Samudra sambil memeluk Sea.
Sea
mengangguk perlahan, masih terdiam dalam keraguan dan malu. Disini Samudra juga
meminta agar Sea tetap bertahan di Diklat ini, tak peduli apa yang akan
terjadi.
"Tolong
bertahan ya, dan aku minta maaf jika nanti aku kasar kepada mu. Karena ini
bagian tugas ku. Tapi jangan kuatir ya sayang. Aku akan ada di samping
mu," ucap Samudra sembari menangkup kedua pipi Sea, dan memberikan kecupan
di kening kekasihnya. Hati Sea merasa berbunga-bunga. Dan jantungnya berdebar
tidak karuan. Gadis kritis ini menjadi kikuk dan hanya mengangguk, menuruti
permintaan Samudra dengan hati yang terbuka. Dan di antara pepohonan rindang Samudra
memberanikan diri. Memberikan sebuah kecupan lembut di bibir Sea cukup lama.
Samudra kemudian memeluk Sea kembali.
"Ayo
kita kembali ke ground." Ajak Samudra. Sea hanya bisa tersenyum malu,
perasaannya bercampur aduk di bawah pepohonan yang membingkai momen mereka yang
tak terlupakan.
"Kak,
aku kumpul dulu ya, bye," Sea melambaikan tangannya kemudian masuk ke
barisan. Saat Indra melihat itu, dia ingin menegurnya. Tapi dari jauh mata
Samudra sudah mengawasi. Sehingga ketua pelaksana Diklat ini tidak bisa berbuat
apa-apa.
Saat
kembali ke teman-temannya, semua menggoda Samudra. Karena, dirinya cukup lama
perginya dengan Sea.
"Habis
ngapain nih?" Tanya Bonar dengan nada menggoda. Samudra tidak menjawab
apa-apa. Dia hanya menegak gelas yang sudah di isi dengan air putih. Karena,
Sea pasti marah jika dia minum alkohol lagi.
"Kamu
bawa Sea kemana Ling? Dia tadi di cari semua panitia di kira hilang,"
jelas Pras.
"Di
luar ground. Ada hal yang mau aku bicarakan dengan dia." Samudra langsung
bangkit berdiri. "Aku mau tidur. Nanti malam aku ada jaga pos di jurit
malam," Samudra pun masuk dan menutuskan untuk tidur. Tapi, yang
sebenarnya dia ingin menyembunyikan rasa malunya dari teman-temannya. Karena
ini kali pertama dia mencium seorang gadis.
***
Di
malam itu, suasana Diklat dipenuhi dengan keceriaan dan semangat. Semua peserta
begitu antusias mengikuti setiap kegiatan. Malam api unggun pun tiba. Semua
panitia dan peserta bekumpul bersama di sekitar api unggun, membentuk lingkaran
yang erat, siap menyambut malam yang penuh kenangan.
Sea
sengaja memilih tempat duduk di paling belakang. Matanya terus menatap kesegala
arah mencari keberadaan Samudra di antara keramaian. Namun, rasa cemas mulai
menyelinap saat dia tidak melihat sosok itu di sekitarnya. Tapi, seperti takdir
yang telah ditetapkan, tidak berselang lama Samudra muncul, duduk tepat di
belakangnya dengan senyum yang menghiasi wajahnya.
"Hai.."
sapa Samudra dengan lembut, suaranya hampir berbisik di telinga Sea.
Sea
tersenyum, merasakan kehangatan dan kenyamanan dari keberadaan Samudra di
sisinya. "Dari mana saja. Aku cari-cari sedari tadi tidak ada," tanya
Sea manja.
"Maaf ya, aku tadi ada urusan kegiatan yang memakan waktu, jadi aku tidak
sempat memberitahu mu," jelas Samudra sambil menatap api unggun yang
memancarkan cahaya keemasan di tengah malam yang tenang.
"Ooh
gitu, oke. Yang penting kamu di sini sekarang," ujar Sea sambil
menyandarkan kepalanya ke pundak Samudra.
Percakapan
mereka berlanjut dalam kehangatan api unggun, menyatukan dua hati yang semakin
dekat. Malam itu di bawah langit yang gemerlap. Waktu sudah menunjukan tengah
malam. Para panitia mulai menyudahi acara malam api unggun nya. Dan meminta
untuk semua peserta segera tidur.
"Tolong
segera kembali ke tenda ya adik-adik. Dan jangan lupa harap segera tidur jangan
ngerumpi karena kita akan ada kegiatan pagi-pagi benar," seru Arif. Dan
para peserta pun masuk ke tenda mereka, lalu tidur.
***
Sekitar satu jam mereka beristirahat. Puncak acara pun di mulai, acara yang di
tunggu-tunggu oleh panitia. Acara jurit malam. Beberapa panitia sudah bersiap
dengan toah di berbagai penjuru tenda. Dan dalam hitungan ke tiga, suara toah
memekikan telinga para peserta yang tertidur lelap. Terdengar teriakan histeris
yang memecah keheningan malam, membuat semua peserta terbangun dari tidurnya
dalam kepanikan.
"Woi
bangun!!!!!!" Seru salah seorang senior.
Ayu
langsung bangkit berdiri dan panik, sementara Sea merasakan dadanya nyeri, dan
sesak
'Mati aku asma ku kambuh,' guman Sea sembari bingung mencari obat di tasnya.
Tapi dia tidak menemukannya. Panik merayapi setiap serat tubuhnya saat dia
mencoba menahan batuk dan sesak yang semakin parah.
"Sea
ayo," ajak Bella yang dia tidak tahu jika asma Sea kambuh.
Dengan
terbatuk-batuk dan menahan nyeri di dada Sea berusaha bangkit berdiri.
"Se..
se... Kamu tidak apa-apa?" Tanya Inara.
"Waduh!!
Sea asmanya kambuh kak," seru Bella. Dan, Sea pun tumbang. Dengan tubuh
yang meringkuk karena sesaknya dia berusaha menahan rasa sakitnya.
Namun,
di tengah kekacauan itu, suara tenang dan penuh keberanian terdengar di antara
keramaian. Samudra, dengan tenangan, mengangkat Sea dan langsung membawanya ke
tenda kesehatan.
"Kita
lanjutkan diklatnya. Ada lagi yang sakit disini?" Tanya Inara dengan
lantang.
Sementara
itu...
"Sabar,
Sea. Aku di sini," bisik Samudra dengan suara lembut, mencoba menenangkan
Sea yang berusaha keras menahan napasnya.
"Bawa
kesini Ling," suruh Pras. Samudra menyandarkan Sea dengan posisi setengah
duduk. Sedangkan Samudra berusaha menemukan obat asma di dalam tas kecilnya,
mengambil inhaler cadangan yang selalu dia bawa.
"Pras
ini, inhaler,"
Dengan
segera Pras membantu Sea untuk menggunakan inhalernya. Dan, Sea nafas Sea pun
berangsur membaik.
"Kamu
dapat dari mana?" Tanya Pras heran.
"Itu
aku sengaja beli buat jaga - jaga." Jawab Samudra. "Untung kamu
bawa," jawab Pras.
"Dia
sering lupa Pras, itu kenapa aku beli buat cadangan." Kata Samudra sambil
menggenggam tangan Sea.
"Kamu
tunggu disini, aku buatkan Sea wedang jahe dulu. Lalu minumkan," Pras
segera mengambil air panas untuk membuat ramuan jahe.
Di
tenda kesehatan, Samudra tampak setia menunggu Sea yang masih lemas. Di
kecupnya jemari Sea dan di usapnya lembut. "Sudah tidak apa-apa adik? Atau
masih sakit kah?" Tanya Samudra.
"Sudah kok kak, terima kasih ya," jawab Sea lembut. "Aku tidak
tahu kalau kakak beli inhaler untuk ku." lanjutnya lagi.
"Aku
sudah menduga kalau kamu pasti lupa. Sifat ceroboh mu itu yang aku kadang ingin
marah, tapi tidak bisa," jawab Samudra dengan nada sedikit kesal.
"Tidak
bisa kenapa e?" Tanya Sea lagi.
"Terlalu
cinta aku sama adik, Sampek kayak orang bodoh aku." Jawab Samudra. Sea
memeluk Samudra dan mengusap punggung pemuda ini. Pelukan yang meruntuhkan
segala rasa kesal dan sangat menenangkan bagi Samudra.
"Lebih
baik aku yang sakit Se, dari pada kamu yang harus sakit," air mata
ketulusan mulai jatuh dari mata Samudra. Pemuda yang seumur hidup tak perna
menangis, kini menumpahkan semua rasa sesak yang dia tahan selama ini.
"Aku
sayang kakak," ucap Sea lirih.
Pras
masuk ke tenda untuk memberikan wedang jahe, tak sengaja melihat merka berdua
berpelukan langsung putar balik. Tapi di tahan oleh Sea. Gadis ini mulai
melepas pelukannya dan mengusap air mata Samudra dengan lembut lalu menutupi
wajah Samudra dengan scraf dan topi.
"Sini
aku minum kak," ucap Sea. Dan, Pras pun memberikan wedang itu sembari
melirik ke arah Samudra yang kini kembali ke mode cool nya. Sementara Pras
meliriknya dengan senyuman mengejek. Hingga bunyi HT milik Samudra berbunyi.
"Ling..
Keling.. ayo ke post," suruh seseorang dari balik HT itu.
"Iya
jalan. Ini Sea langsung masuk ke barisan kelompok atau tidak?" Tanya
Samudra.
"Di
tenda kesehatan saja titip Pras," jawab suara itu. Samudra melirik ke arah
Sea yang sekan tidak ingin di tinggalkan.
"Aku
ikut ya kak, aku sudah tidak apa-apa kok," ucap Sea dengan suara lembut,
mencoba menahan diri agar tidak menunjukkan rasa takutnya.
"Tapi
adik kan belum pulih benar," sanggah Samudra. Sea langsung duduk dan
terseyum lebar ke arahnya.
Namun,
yang merasakan kegelisahan disini adalah Samudra. Di takut jika asma Sea kambuh
sewaktu-waku, dan disisi lain Samudra juga merasa bahwa Sea perlu mengikuti
acara ini untuk pengalaman dia. Setelah mempertimbangkan semua dengan matang,
Samudra akhirnya mengijinkan Sea untuk mengikuti jurit malam, dengan syarat
bahwa dia harus membawa obatnya. Dan jika ada apa-apa langsung ke pos bayangan
(pos penujuk arah). Meskipun hatinya gelisah meninggalkan Sea, Samudra tetap
mendukung kekasihnya.
****
Hari mulai pagi, mentari yang hangat menyambut awal hari bagi setiap peserta
yang mengikuti Diklat ini. Mereka siap untuk menjalani segala macam tantangan
yang akan dihadapi, termasuk didikan mental dari para senior yang telah
memimpin acara ini dengan ketat.
Para peserta beradu argumen dan pendapat tentang berbagai studi kasus yang
diberikan, menunjukkan kemampuan analisis dan kritisitas mereka. Mereka sudah
memasuki pos demi pos yang telah disiapkan, menghadapi setiap ujian dengan
tekad yang kuat dan semangat yang membara.
Saat
tiba pada waktu pelantikan, semua peserta diajak menuju salah satu air terjun
di sekitar lokasi Diklat. Di sana, mereka diminta untuk berendam, mencuci diri
dari segala beban dan kesulitan yang telah mereka lalui selama periode Diklat
ini. Sea pun termasuk di antara peserta yang berendam, meskipun Samudra merasa
cemas, namun dia percaya bahwa Sea akan baik-baik saja.
Setelah
rangkaian acara pelantikan selesai, semua peserta dinyatakan lulus. Rasa
bahagia dan lega pun menyelimuti setiap peserta, karena mereka tidak akan lagi
mengalami siksaan fisik dan psikis seperti yang mereka alami selama Diklat ini.
Ketika
acara kelulusan selesai, panitia memberikan izin kepada semua peserta untuk
mengganti pakaian mereka yang basah dan bersiap-siap untuk pulang. Di tengah
keriuhan itu, tampak beberapa anak perempuan membicarakan Sea. Mereka
menganggap Sea ini terlalu di khususkan karena dia pacar Samudra.
"Coba
kalau bukan pacarnya Samudra, pasti nasibnya sudah kayak kita," celetuk
Nindi.
"Eh
atau jangan-jangan, Sea ini memacari Samudra supaya aman. Secara, Samudra itu
kan senior yang di segani," timpa Santi.
"Kalau
aku coba dekati Samudra gimana?" Usul Mona. Dengan tertawa licik mereka
menyusun rencana supaya hubungan Sea dan Samudra berakhir.
Ketika
semua sudah selesai, para peserta mulai bersiap menunggu Bis yang mengantarkan
mereka pulang. Disini, Samudra minta agar bisa satu bis dengan Sea, dan Indra
mengijinkannya.
Di
dalam bis, Sea duduk berdua dengan Samudra di bangku belakang. Mona yang
melihat itu langsung menabrakan dirinya ke arah Samudra sehingga seperti mereka
sedang berpelukan. Namun, Samudra langsung menepisnya.
"Pergi
sana! Kayak lalat nempel terus,"
"Maaf
kak, aku tidak sengaja," ucap Mona. Tapi tidak di gubris oleh Samudra.
"Boleh
saya duduk di sebelah kakak?" Tanya Mona dengan suara manja. Lagi-lagi
Samudra tidak memperdulikannya, sampai Sea naik ke Bis.
"Kamu
dari mana saja?" Tanya Samudra kesal.
"Maaf,
aku habis beli ini," jawab Sea sembari menunjukan dua bungkus cilok yang
di belinya tadi.
"Masih sempat jajan ini anak, duduk sini," kata Samudra sembari
memberikan tempat tepat di sampingnya. Sementara Mona langsung pergi. Sea
dengan santainya memakan cilok yang di belinya dan sesekali menyuapi Samudra.
Setelah menghabiskan semua, Sea menyandarkan kepalanya di pundak Samudra. Dan,
dia tertidur.
Komentar
Posting Komentar