Bintang Malam di Ranukumbolo - Bab 3 Pacar Probation
Setelah kejadian di kantin, Sea memilih untuk menjalani aktifitasnya secara biasa. Walaupun Samudra masih mengejarnya, tapi setidaknya tidak seperti di awal mereka bertemu. Samudra juga membatasi dirinya, karena takut jika Sea tidak nyaman dan akan berakibat menjauhi diri nya.
Waktu
terus berjalan dengan lambat namun pasti. Tidak terasa, tiga bulan telah
berlalu dan Sea menjadi semakin akrab dengan Samudra. Mereka kerap kali berada
dalam suatu kelompok dalam tugas kuliah. Rasa canggung berubah menjadi
terbiasa. Dan, salama itu pula Sea mulai sedikit melihat sisi lain dari seorang
Samudra.
Di
mata Sea, Samudra adalah mahasiswa pintar. Dia pandai berargumen dan berdebat
ketika presentasi tugas, dengan landasan teori yang tepat. Dari sinilah, Sea
sering bertanya kepada Samudra tentang materi perkuliahan yang tidak dia
mengerti. Terutama untuk mata kuliah statistik. Dan, dia merasa mendapat privilege
khusus karena bisa belajar mata kuliah semester atas jika sedang bersama
Samudra.
Kadekataannya
dengan Sea membawa dampak positif untuk Samudra. Para sahabat - sahabatnya pun merasakan perbedaannya. Dari seorang
yang suka mabok – mabokan, dan perokok berat, kini mulai berubah. Samudra sudah
perlahan menguranginya sedikit demi sedikit. Dan dia juga lebih rajin mengikuti
perkuliahan.
Siang
ini, seperti biasanya setelah jam perkuliahan selesai dia langsung menuju ke
sekretariat pecinta alam. Di lemparkannya tas kecilnya, dan Samudra mulai
merebahkan tubuhnya di karpet hijau dengan bersandarkan kursi bantal.
“Rokok
Ling,” Pras menawarkan sebuah rokok, tapi langsung di tolak oleh Samudra. Pras
tersenyum sambil menyelipkan sebuah rokok di mulutnya. “Sudah berubah banyak
sekarang ya,” goda Pras.
"Tidak
juga," jawab Samudra sembari menyesap permen loly miliknya.
"Bagaimana
perkembangan mu dengan Sea?" Tanya Pras.
Samudra
melirik sebentar ke arah Pras, lalu kembali bermain dengan ponsel miliknya. "Aku
tidak tahu apakah ini dinamakan perkembangan. Yang pasti dia sudah tidak
menghidar, itu hati sudah senang,"
"Oow..
lantas planning mu apa. Kapan mau di tembak.?" tanya Pras.
Inara
yang baru masuk ke dalam sekret, tidak sengaja mendengar percakapan mereka
langsung ikut nimbrung dengan Pras dan Samudra. “Bagi rokok,” pinta Inara
kepada Pras.
“Jadi
gimana Ling,” Pras melanjutkan yang tertunda tadi.
“Belum
tahu Pras, lihat nanti saja,” Jawab Samudra asal.
“Apa
tidak kelamaan, soalnya aku dengar dari anak – anak banyak yang suka sama dia,”
Ucap Pras.
Samudra
hanya terdiam, sambil memandang langit – langit sekret dengan mata sayu. Dia
sadar betul jika banyak yang suka dengan Sea. Tapi, dia tidak tahu harus
berbuat seperti apa. Samudra hanya bisa memantau saja.
“Aku
hanya menunggu moment yang tepat Pras, karena fokusku saat ini hanya membuat
Sea nyaman ketika bersama ku.”
"Aku setuju dengan mu Ling, Cewek tidak suka pernyataan cinta yang asal tembak. Kalian perlu waktu,” timpa Inara. “Oh iya Ling, Sabtu depan kamu naik ke Penanggungan atau tidak?” Tanya Inara.
Samudera mulai meregangkan badannya. “Sepertinya naik. Sudah lama aku tidak kesana, kenapa? Kamu mau kesana kah?” tanya Samudra.
"Bukan aku. Tapi Sea dan teman-temannya" Jawab Inara.
"Kenapa
itu anak mau naik ke Penanggunan?" Tanya Samudra lagi.
"Tidak
tahu. Coba kamu tanya Johan." Jawab Inara yang kemudian pergi lantaran ada
kelas.
Sementara
itu Samudra yang mulai mengambil tas selempangnya kembali dan pergi menujuh
kelas, karena tiga puluh menit lagi kelas, dan Sea pasti sudah di kelas. "Aku
pergi kelas dulu e," pamit Samudra.
***
Di kelas, tampak beberapa anak mulai mengadakan rapat kecil, membahas tentang
rencana mereka untuk naik ke gunung penanggungan sebelum masa Diklat.
"Ngapain
sih bikin acara ke gunung segala," keluh Cindy.
"Bulan
depan itu kita mau Diklat tingkat dasar. Itung-itung buat latihan Cindy. Biar
kita tidak kaget. Dan selain itu Kita harus mencoba petualangan baru, dan
Gunung Penanggungan sepertinya pilihan yang sempurna!" ucap Johan dengan
antusias.
Teman-teman
seangkatannya yang lain ada yang setujuh dan ada yang tidak dengan usulan
Johan. Karena, bukan acara resmi dari kampus. Sebagai ketua kelas Johan
menyadari hal itu. Lalu mereka membuat list siapa saja yang ingin ikut dalam
camping semalam di Penanggungan. Sea
merasa tertarik dengan ide tersebut, meskipun ada sedikit keraguan di dalam
hatinya.
"Kamu ikut Yu?" Tanya Sea.
"Ikut
lah, kapan lagi bisa pergi rame-rame," jawab Ayu.
Mendengar
Ayu dan Bella ikut acara camping, Sea pun mendaftarkan diri bersama kedua
sahabatnya itu. Dan, setelah pendaftaran di buka total ada sepuluh anak yang
ikut dalam camping bersama hari Sabtu depan.
Setelah mengumpulkan beberapa nama anak – anak
yang bersedia ikut untuk naik gunung. Mereka pun mulai Menyusun rencana dan
membuat list apa saja yang akan di bawa untuk kemah di sana.
Ketika
asik membahas, salah satu teman seangkatan mereka, Umam memutuskan untuk
meminta pendapat kepada Inara, secara dia juga anggota pecinta alam kampus.
Dan, pucuk di cinta ulam pun tiba, Inara mulai masuk ke dalam kelas dan duduk
tepat di belakang kursi Sea.
"Kak
Inara, apa kakak punya saran untuk perjalanan kami ke Gunung
Penanggungan?" tanya Johan.
"Kalian
jadi camping di Penanggungan?" Tanya Inara balik
"Iya
kak," jawab mereka kompak.
"Gunung Penanggungan itu cukup berat, untuk orang yang pertama kali naik kesana. Medan awalnya lumayan, tapi jika sudah masuk pos tiga ke pos empat trackingnhya lumayan menanjak. Jadi, kalian harus mempersiapkan fisik dengan baik, dan yang terlebih bagus lagi jika kalian memiliki seseorang yang mengenal jalur di sana.".
"Kak Inara benar, kita butuh seseorang yang mengenal daerah itu dengan baik," tambah Ayu. "Atau mungkin kita bisa meminta bantuan kepada Kak Samudra?"
Sea
mengangguk setuju. "Kak Samudra sering pergi ke sana setiap Sabtu. Dia
pasti tahu jalurnya dengan baik." Sahut Sea lagi.
"Nah
itu tugas kamu Sea, dari semua teman angkatanmu aku rasa Cuma kamu yang bisa
membujuk Samudra," usul Inara dan di setujui oleh teman-temannya.
Setelah
mempertimbangkan semua Sea pun mencoba menghubungi Samudra lewat ponselnya.
Tapi, belum sempat menghubungi, Samudra sudah tiba di kelas dan seperti biasa
duduk di sebelah Sea.
"Buruan,"
bisik Ayu.
"Iya
bentar," sahut Sea dengan kesal.
"Kak
Samudra, bolehkah aku bicara sebentar?"
Samudra
menoleh "Ada apa, adik Sea?”
"Begini
kak, kami berencana untuk pergi camping di Gunung Penanggungan, dan kami butuh
seseorang yang mengenal jalurnya dengan baik. Apakah kakak mau menjadi guide
kami?" tanya Sea ragu-ragu.
Samudra
terdiam sejenak, mempertimbangkan permintaan tersebut. "Ehm.. oke, aku
akan jadi guide buat kalian." Jawab Samudra.
Sea
tersenyum ke arah Samudra, dan luapan kegembiraan tersirat jelas di wajahnya.
Hingga tanpa sadar, dia merangkul lengan Samudra sambil berkata, "Terima
kasih kak.. kakak baik deh," Sea menunjukan senyum terbaiknya kepada
Samudra, hingga membuat pemuda ini salah tingkah.
"Iya
sama-sama. Coba kamu mau terus peluk lengan kakak seperti ini. Kakak pasti
nikahin kamu sekarang dik," celetukan Samudra membuat Sea tersadar dan
segera melepaskan rangkulanya dan mulai membetulkan posisi duduknya.
"Bodoh!
Bodoh! Bodoh! Bisa-bisanya aku seperti itu. Kalau dia salah paham gimana!' Sea
meruntuki kebodohannya.
Johan
yang tahu jika Samudra akan membantu mereka, langsung menyodorkan ssusunan list
perlengkapan yang mereka butuhkan kepada Samudra. Dan, setelah mata kuliah
mereka selesai Samudra langsung memberikan masukan kepada Johan dan Umam, dan
apa saja yang perlu mereka persiapkan.
***
Hari yang di tunggu-tunggu akhirnya tiba. Pagi ini semua team pendakian telah
berkumpul di pendopo kampus. Mereka terlihat antusias dan siap untuk memulai
petualangan mereka ke Gunung Penanggungan. Tampak juga beberapa anggota Pecinta
Alam yang turut meramaikan pendakian.
Karena
perjalanan kali ini bersifat bebas, mereka sepakat untuk naik motor
bersama-sama. Hanya ada satu mobil saja yang di gunakan, karena di fungsikan
untuk menaruh barang-barang yang lebih berat, agar tidak terlalu lelah selama
perjalanan menuju Kota yang ditujuh.
"Oke,
karena semua sudah berkumpul, mari kita berdoa menurut keyakinan masing-masing
supaya kita di berikan keselamatan dari saat kita berangkat sampai kita pulang.
Berdoa mulai," Johan memimpin doa nya. "Berdoa selesai."
Mereka
semua langsung naik ke motor masing-masing sesuai dengan pembagiannya. Samudra
membonceng Sea, sementara Ayu dengan Pras, Bella berboncengan dengan Ari, Inara
bersama Arya dan peserta lain di motor masing-masing.
Di tengah perjalanan yang panjang, Samudra
melihat Sea yang nampak gugup. Karena ini adalah perjalanan terjauhnya selama
ini.
"Apa
ini pendakian pertama mu?” tanya Samudra.
"Iya
kak, jujur aku agak gugup, takut tidak kuat," jawab Sea dengan sedikit
gugup.
"Tidak
apa – apa Sea. Semua orang yang baru pertama kali naik pasti merasakan hal
seperti itu," ucap Samudra sambil tersenyum. Sea hanya tersenyum mendengar
ucapan Samudra.
Di
sepanjang perjalanan, Samudra memberi banyak masukan kepada Sea tentang
pendakian, dan sesekali di selingi dengan joke bapak – bapak yang membuat Sea
tertawa di sepanjang jalan, dan rasa tegangnya mulai sedikit berkurang.
"Kamu tidak perlu kuatir jika nanti di gunung. Karena di puncak ada
minimarket, ada yang jual nasi pecel juga,” goda Samudra dengan senyum lebar.
“Masa
iya? Serius?” Tanya Sea dengan ragu. Karena pikirnya, mana mungkin ada
minimarket di atas gunung.
“Iya
serius,” Jawab Samudra sambil tersenyum usil. Melihat itu, Sea yakin jika
dirinya sedang di kerjai oleh Samudra. Dengan gemas, Sea mencubit pinggang
Samudra hingga membuat pemuda itu meringis kesakitan.
Mereka
berdua pun saling besenda – gurau selama perjalanan. Entah harus bersyukur atau
tidak, tidak bisa di pungkiri jika Samudra bisa membuat Sea nyaman. Selama
perjalanan, dia hanya tertawa dan sesekali menikmati semilir angin dengan udara
yang masih sejuk.
"Ini
daerah mana kak?" Tanya Sea
"Mojokerto,"
jawab Samudra. "Oh iya, ini aku sebelumnya minta maaf dulu ya, nanti di
depan ini kita ada tanjakan. Adik Sea pengangan kakak e. Supaya tidak
terjatuh." Lanjut Samudra.
"Oke
kak."
Dan
betul, terlihat jalan menanjak. Sea langsung melingkarkan kedua tangannya di
perut Samudra supaya dirinya tidak terjatuh. Untuk rute pendakian, kali ini Samudra
memilih jalur via Tamiajeng. Jalur ini relatif lebih aman untuk pemula,
meskipun mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai puncak.
"Sebentar
lagi kita akan sampai adik Sea," ucap Samudra yang memasukan motornya
dalam sebuah area pos pendakian dan di ikuti anak-anak lain. Untuk memakirkan
motornya. Setibanya di penitipan motor, mereka semua berjalan menuju teman
mereka yang menggunakan mobil untuk mengambil tas mereka. Dengan telaten
Samudra membantu Sea menggunakan tas miliknya.
"Sea,
kalau tas kamu terlalu berat, kakak bantu bawa," Samudra mencoba
memberikan bantuannya.
"Tidak
usah kak, Sea bisa kok," jawab Sea sambil melihat Samudra yang tampak
santai dengan tatapan heran. ‘Kok santai sekali?’ gumamnya. Jika yang lain
memakai perlengkapan lengkap, Samudra hanya menggunakan celana pendek selutut
dan kaos kaki dan sendal gunung serta tas ransel kecil
"Kakak
Kenapa hanya membawa sedikit barang?" tanya Sea heran.
Samudra
tersenyum, "Aku sudah sering naik ke Gunung Penanggungan, jadi aku tahu
persis apa yang diperlukan. Tidak perlu membawa banyak pakaian, cukup yang
penting saja." Jawab Samudra sembari membakar rokoknya lagi.
"Keling,
kamu saja yang urus SIMAKSI (Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi). Mereka kan hafal
dengan kamu," suruh Ari. "Dan, Johan kamu kumpulkan KTP anak-anaknya
dan temani Keling." Lanjutnya lagi, tapi untuk kali ini di tujuhkan kepada
Johan.
Samudra
dan Johan segera mendaftar di booth registrasi. Dan, tak berselang lama, mereka
kembali. Johan memanggil yang lain untuk brefing. Dan, hal ini dilakukan supaya
tidak ada pendaki yang tersesat.
Sea
yang serius mendengar brefing tiba-tiba tak sengaja melihat Samudra yang sedang
asik merokok di pintu masuk pendakian. "Kok gak ikut sih," keluh Sea
sambil berbisik, dan tak sengaja terdengar oleh Arya.
"Samudra
itu sudah sering kesini Sea. Bahkan tiap Sabtu gini, dia sering naik gunung
sendiri. Mangkanya dia terlihat lebih santai dari yang lain," celetuk
Arya.
"Iya
tahu kak, Tapi kan tetap tidak boleh meremehkan," keluh Sea lagi. Dan Arya
pun terkekeh.
Pemuda
jangkung ini menjelaskan jika Samudra adalah salah satu relawan satgas di
gunung Penanggungan. Jadi wajar saja dia tidak mengikuti brefing itu, karena
jika high season, Samudra ikut membrefing para pendaki
"Oow
gitu, aku kira memang anaknya seenaknya," timpa Sea.
"Ya
tidak lah, Justru dia adalah orang yang sangat ketat dengan aturan pendakian.
Nanti setelah mengenalnya lebih dalam, kamu akan tahu Samudra itu orangnya
seperti apa,” berakhirnya jawaban Arya, juga mengakhirir brefing kali ini. Dan,
mereka mulai bersiap untuk melakukan pendakian.
"Oi!
Keling ayo!" Seru Ari. Samudra membuang putung rokok. Lalu berpamitan
dengan salah seorang petugas gunung Penanggungan. Dan, mereka pun memulai
petualangan mereka.
Track
awal pendakian masih landai. Sehingga semua anggota rombongan merasa senang
bisa melepaskan penat setelah satu minggu penuh belajar. Mereka menikmati
pemandangan alam yang luar biasa, mengagumi ciptaan Tuhan. Samudra, yang
biasanya berada di depan, memilih untuk berjalan di samping Sea.
“Capek?"
tanya Samudra.
Sea
tersenyum, "Belum kak,”
“Kalau
capek kasih tahu kakak ya, jangan di paksakan karena di atas sana jalannya
sudah sulit,” Kata Samudra.
“Siap
kak,”
Dan
percakapan mereka pun berlanjut hingga pos 1. Di sini, Ari meminta untuk
berhenti dulu untuk beristirahat sebentar, mengisi tenaga sebelum naik ke pos
berikut. Semua rombongan beristirahat sebentar sembari memesan minum tambahan.
Karena di Penanggungan sulit untuk menemukan air.
"Gimana
capek?" Tanya Pras kepada juniornya.
“Masih
belum sih kak," jawab Johan.
"Yang
lain?" Tanya Pras
“Aman
kak," seru mereka.
"Hebat
juga anak-anak," kata Inara.
Untuk
pemula, tenaga dan stamina mereka cukup kuat. Inara, Ari, dan Pras cukup kagum
dengan stamina mereka. Apalagi, ini adalah pendakian pertama dan langsung
memilih Penanggungan untuk hiking pertama mereka.
Gunung
Penanggungan sering di sebut cocok untuk pemula, tapi pada kenyataanya tidak
semuda yang di pikirkan. Banyak orang terkecoh dengan MDPL (Meter di atas
Permukaan Laut) suatu gunung, tapi mereka tidak memahami, jika pendakian tidak
di lihat dari berapa MDPL tapi titik awal pendakiannya, dari sana kita bisa
menghitung jarak tempuh dari pos awal sampai ke puncak.
Setelah
di rasa cukup beristirahat, mereka melanjutkan perjalanan agar bisa sampai
tepat waktu di Puncak Bayangan, tempat tujuan mereka untuk berkemah. Jalanan
dari pos 1 ke pos 2 sekarang sudah mulai naik. Tracking di dominasi jalanan
yang seperti anak tangga. Ketika tiba di pos 3 jalan mulai menanjak.
Ketika
mereka berjalan, mulai terdengar suara tonggeret yang menggema di seluruh
hutan. Sea mencoba mengatur nafasnya yang mulai tersengal-sengal, dan mulai
merasakan kelelahan. Terlihat dari beberapa kali dia membetulkan tas nya, untuk
mencari posisi yang nyaman.
"Masih
kuat Sea?" Tanya Samudra.
“Masih
kok kak,", jawabnya dengan nafas yang tersengal.
"Kalau
tidak kuat tidak apa-apa kita istirahat dulu saja. Biar mereka lanjut,"
gagas Samudra.
"Aku
tidak apa-apa kok kak." Jawab Sea singkat, sambil melihat kearah Samudra
yang sedari tadi setia menemaninya. "Kakak kok biasa aja sih wajah nya?
Tidak capek?" Tanya Sea.
"Capek
sih, tapi karena ada kamu, aku tidak capek," jawab Samudra dengan sedikit
menggombal. Mendengar itu, Sea hanya mencibirkan bibirnya yang justru membuat
Samudra gemas kepada nya.
Samudra
hanya tersenyum, sejujurnya dalam hati dia gemas melihat Sea. Tapi dia tahu
batasannya. Jadi, lebih baik menyimpan semua dengan baik asal Sea nyaman berada
di dekatnya.
“Jika
capek istirahat saja." Kata Samudra.
Beberapa
anak mulai berhenti sejenak dan minum. Ada yang meluruskan kaki mereka sejenak.
Dan kurang lebih sepuluh menit berlalu mereka pun melanjutkan perjalanannya
kembali. Mereka mulai melewati tanjakan terjal berpasir. Ini menandakan jika
mereka sudah hampir tiba di Pos 4. Disini Arya mulai diam dan mencoba mengatur
nafas dengan baik.
"Pelan-pelan
saja, Arya. Kita bisa istirahat sebentar di sini," kata Samudra sembari
menepuk-nepuk pundak Arya sambil sesekali melirik ke arah Sea dengan tatapan
yang penuh perhatian. "Minta air dong," pinta Arya denga nafas yang
sudah mau habis. Inara memberikan sebotol air mineral kepada Arya.
"Hffuuuu! Pos bayangan sejam lagi ya Ling?" Tanya Arya kepada
Samudra.
"Lebih
kalau kamu yang jalan kesana," jawab Samudra dengan nada mengejek.
"Oow
kampret," umpat Arya.
"Istirahat
dulu ya 15 menit," kata Johan
Dan,
mereka memutuskan untuk istirahat karena Arya sudah mulai kelelahan.
"Padahal, dia sering menemani Inara naik gunung. Tapi, masih saja sering
kecapekan," Goda Pras.
Samudra
kembali melirik ke arah Sea lagi memastikan dia baik-baik saja. Tampak peluh
mulai membanjiri di dahi Sea. Dan untuk kesekian kalinya dia melihat Sea membetulkan
posisi tasnya dan menguncir rambut panjangnya. Samudra yang merasa tidak tega
melihat Sea seperti itu, mulai memutuskan untuk mengambil tas milik Sea.
"Tidak
perlu Kak, Aku bisa membawanya sendiri," ucap Sea dengan tegas
“Keringat
mu besar-besar, sudah aku bantu bawa saja,"
"Tidak
apa – apa Kak Samudra, aku masih bisa," tolak Sea nada penuh penekanan
Namun,
Samudra tetap bersikeras. "Aku hanya ingin membantumu. Kita ini tim,
bukan? Biarkan aku membawanya untukmu." Ucap Samudra sambil menarik tas
Sea.
“Aku
bisa kak!” tolak Sea dengan tegas.
Samudra
hanya bisa berdecak pinggang. “Bawa kemari tas kamu dan jangan membantah! Ini
bukan masalah perasaan Sea. Ini masalah keselamatan! Paham!” Ucap Samudra
dengan sedikit berteriak. “Kalau kamu kelelahan terus jatuh terguling tidak
mikir kamu! Yang bertanggung jawab atas keselamatan semua orang ini adalah
TEAM! Satu orang luka semua ikut luka,” Imbuh Samudra.
“Benar
kata kak Samudra, lebih baik kamu berikan tas mu Sea,” timpa Ayu.
"Oke..oke..ini
bawa. tapi tas punya kakak, bawa,"
Barter
tas pun terjadi. Sea memberikan tas besarnya kepada Samudra, begitu pula
degannya. Dia menyerahkan tas kecilnya kepada Sea. Dan mereka pun melanjutkan
perjalanannya lagi.
Saat
mulai mendaki kembali, Bella berbisik kepada Sea."Bersyukur kau Sea. Ada
yang perhatian sama kamu, jangan di sia-siakan,"
"Sudah
di sia-siakan itu si Samudra. Heran aku, ada yang perhatian sok di cuekin.
nanti ya, kalau kamu di tinggal Samudra nangis kamu," timpa Ayu dengan
berbisik juga. Sementara Sea hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya saja.
Lima
belas menit pun berlalu dan Mereka melanjutkan perjalanan mereka karena langit
sudah mulai gelap. Jalur pendakian pos 4 ke Puncak bayangan membutuhkan waktu
kurang lebih 2,5 jam. Mengingat jalur ini cukup menanjak dan jalurnya terdiri
dari batuan lepas, dan berdebu.
Setelah
setengah jam berkutat dalam tanjakan. Samudra melihat beberapa anak mulai
mengalami kendala, termasuk Sea. Dia berkali-kali hampir terpeleset,
beruntungnya Samudra terus mengulurkan tangannya untuk Sea hingga dia bisa naik.
"Awas ya, jalanan di depan itu lumayan
menanjak dan berbatu. Pastikan pijakan kalian benar. Kalau tidak, kalian bisa
tergelincir." Tegas Samudra yang di pendakian ini ada di posisi sweeper
(Orang yang berada di belakang rombongan, yang bertugas mengawasi dan
mengamankan pendakian).
Ketika
sudah ada di separuh perjalanan, Arya dan Umam mulai mengalami kesulitan untuk
naik ke puncak bayangan. Dan, lagi-lagi Arya berhenti dan menyuruh mereka
untuk duluan saja ke puncak bayangan.
"Maaf,
teman-teman. Sepertinya aku perlu istirahat lagi. Kalian yang masih kuat bisa
melanjutkan perjalanan ini," ujarnya sebari duduk di tanah sambil
meluruskan kakinya yang mulai gemetar. Inara menghampiri Arya dengan cepat,
menempatkan tangannya di pundaknya dengan penuh perhatian.
"Baiklah,
sekarang kamu istirahat dulu saja.” Ucap Inara sambil memberikan sebotol
minuman untuk Arya. “Bagaimana jika kalian yang masih kuat naik terlebih dahulu
untuk mendirikan tenda di puncak bayangan. Tinggal satu belokan lagi sudah
sampai?" usul Inara kepada yang lainnya.
Pras,
Johan, dan beberapa anggota rombongan lainnya setuju dengan usulan Inara.
Namun, saat Inara meminta Samudra untuk bergabung, dia menolak dengan tegas.
"Aku
disini saja jaga kalian yang stay, di atas ada Pras sama Ari pasti aman lah. Lagian
Sea juga capek. Biar dia istirahat, yang lainnya boleh lanjut."
Mendengar
itu Sea tampak tidak enak dengan yang lain. Dia langsung menarik tangan Samudra
dan memintanya untuk melanjutkan perjalanan dulu. "Aku masih kuat kok
untuk naik. Kakak tenang saja,"
"Tidak!
kamu istirahat disini sama Arya. Aku tahu kamu lelah. Dari tadi mau jatuh masih
keras kepala saja," protes Samudra dengan tegas.
“Idih
ngatur-ngatur. Aku mau naik sama yang lain." Jawab Sea yang langsung
berjalan naik ke atas.
Namun
sayang, kakinya terpeleset dan jatuh untung saja Samudra siap dan menahan tubuh
Sea. Dan, Sebagai gantinya, dirinyalah yang jatuh ke semak hingga membuat
tangannya baret dan berdarah. Bersyukur mereka tidak sampai menggelinding,
karena posisi mereka berada di tanjakan. Samudra sudah memegang erat ranting
pohon yang ada di dekatnya.
"Sea!
Kamu tidak apa-apa!" Seru Ayu.
Inara
yang lokasinya dekat dengan Sea dan Samudra terjatuh langsung menarik tubuh Sea
yang menindih tubuh Samudra.
"Kamu
tidak apa-apa?" Tanya Inara sambil membolak balikan badan Sea memastikan
ada yang luka atau tidak.
"Tidak
apa-apa kak, tapi kak Samudra." Sea melirik kearah Samudra yang masih
rebah.
"Ling,
kamu baik-baik saja?" Tanya Arya.
"Rusuk
aku," rintih Samudra.
"Kenapa
rusuk kamu!" Seru Arya.
Semua
anak langsung mengerubungi Samudra tak terkecuali Sea yang tampak cemas. Dia
takut jika hal buruk terjadi kepada Samudra.
"Mana
yang sakit?" Tanya Pras sambil membuka meraba bagian rusuk Samudra.
"Akh!!"
Teriakan Samudra membuat Sea bertambah kuatir.
"Kak..kakak
mana yang sakit. Jangan buat Sea kuatir!" Seru Sea sambil menangis.
"Tulang
rusukku.. ada di depan ku," ucap Samudra sambil menunjuk Sea. Secara
spontan semua anak-anak langsung emosi dan mengomel tidak terima karena di
prank termasuk Sea. Gadis ini memasang wajah marahnya kepada Samudra.
"Dasar
babi kau!" Umpat Ari yang sedikit emosi.
"Sudah
yang lain jalan duluan, kalian ikuti saja jalur, sepuluh menit lagi kita sampai
puncak bayangan.
Mereka
semua, termasuk Arya mulai melanjutkan perjalanan mereka. Dengan wajah yang
memerah bercampur kesal Sea memilih mengikuti teman-temannya.
"Kalian
jalan dulu ya, Ari akan pantau dari belakang," ucap Inara yang memilih tinggal
dengan Samudra dan Pras.
"Bercandaan
mu tidak lucu Keling," protes Inara.
"Dia
tidak bercanda Ra," ucap Pras dengan wajah kuatir. "Aku harap
tusukannya tidak dalam," ucapnya lagi.
Samudra
mencoba berdiri dibantu oleh Pras. Dan benar, lengan Samudra tampak memar
karena terantuk batu dan punggung sebelah kanannya tertusuk dahan. "Balik
badan mu," pinta Pras. Samudra mebalikan badannya. Tampak sebuah kayu
kecil menancap d punggung bagian kiri dekat rusuk Samudra. "Untung ada
tasnya Sea jadi tertusuknya tidak terlalu dalam," dengan telaten Pras
mencabut kayu kecil itu. Inara mengambilkan sebotol alkohol yang ada di tas P3K
dan menuangkannya di kapas. Lalu di berikan kepada Pras.
Pras
mencoba memberikan pertolongan pertama kepada Samudra. Di basuhnya luka tusuk
itu dengan Alkohol. Setelah memastika darahnya sudah berhenti, Pras mulai
membalut luka tusuk itu dengan perban.
"Lepas
tas mu," pinta Pras. Samudra pun meletakan tas Sea dan membuka bajunya.
Dan sesuai prediksi Pras. "Sakit tidak?" Tanya Pras sambil. memegang
memar di lengan Samudra. Dan pemuda ini pun langsung menarik lengannya.
"Coba
gerakan,"pinta Pras lagi. Samudra bisa menggerakan dengan normal tapi
tidak selues biasanya. Pras mengambil saleb memar dan mengoleskan ke lengan
Samudra dan tidak lupa memerikan saleb untuk memar. "Untuk luka baret mu
perlu di plester juga tidak?" Tanya Pras.
"Aku basuh pakai air saja," jawab Samudra sambil membasuh lenganya. Dan,
mereka pun langsung melanjutkan perjalanannya. Karena, mereka bertiga sudah
terbiasa naik gunung, medan terjal bisa di lalui dengan mudah.
Sesampainya
di atas puncak bayangan. Tampak Ari dan beberapa anak lain mulai mendirikan
tendanya. Sementara yang perempuan mulai memasak untuk makan malam. Samudra
mendekati Sea yang tampak sibuk mengiris-iris sosis. Dan meletakannya Tas milik
Sea di tenda perempuan. Dia hanya melirik ke arah Sea tanpa berkata satu
katapun.
Sea
melirik ke arah Samudra dengan tatapan tajam dan jengkel. 'Harusnya yang marah
kan aku. Kok bisa-bisanya dia memasang wajah jutek," gumam Sea dalam
hatinya.
"Ling,
bantuin Arya pasang tenda. Keburu malam," perintah Ari.
Samudra
mengambil rokok dari kantongnya. Lalu pergi ke kumpulan anak cewek dan meminta
korek kepada Bella. “Korek Bel,”
"Ini,”
Dan
Samudra pun mengambil korek itu dan menyalakan apinya. Di sesapnya rokok yang
sudah terselip di bibirnya dan "ffuuuuuuuuuhhhhh. Nih," Samudra
melemparkan korek itu ke arah Bella lalu pergi membantu Arya mendirikan tenda
untuk anak-anak perempuan.
Menerima
perlakuan yang kurang sopan, Bella merasa kesal lantaran sebuah korek api
dilemparkan ke arahnya secara tiba-tiba oleh Samudra tanpa alasan yang jelas.
Dan, Dia mengomel dengan keras.
"Kak
yang benar saja dong. Mengapa kamu melemparkan korek api begitu saja?"
Samudra hanya hanya melihat kearah Bella sambil memasang pasak tanpa berbicara
apa-apa. "Dasar Keling!" Gerutunya
Ayu, yang melihat insiden tersebut, menepuk
pundak Bella dan berusaha menenangkannya "Sudah Bell, mungkin Kak Samudra lagi
hilang mood karena di musuhi sama tulang rusuknya," ucapnya sembari
menunjuk Sea dengan bibirnya.
Mendengar
hal itu, Sea merasa tidak terima. Tanpa berpikir panjang, dia langsung mengejar
Bella dan Ayu dengan centong nasi di tangannya. "Kalian berdua itu! Apa
yang kalian pikirkan? Mengapa kalian mengejek ku?" teriak Sea dengan nada
tinggi.
Sementara
itu, Samudra yang sedang duduk di dekat tenda, hanya tersenyum melihat tingkah
lucu mereka. Dia tahu bahwa semua itu hanya bercandaan biasa di antara
teman-teman.
"Ckckck... Ya ampun. Woi cewek-cewek ayo segera selesaikan dulu masaknya
keburu gelap sungguhan ini," panggil Inara.
Ketiga
anak itu pun kembali ke pos mereka masing-masing dan mulai membagi tugas, ada
yang memasak nasi, ada yang membuat sup dan ada yang bagian goreng sosis.
Setelah semua selesai, mereka berkumpul di sekitar api unggun untuk makan malam.
Ketika sedang asyik makan, Bella tidak sengaja melihat sebuah memar di lengan
Samudra saat pemuda dia menyingsingkan lengan bajunya untuk mengobati kembali
lengannya agar memarnya hilang.
Bella
yang awalnya duduk di sebelah Ari, mulai berpindah ke samping Sea yang tampak
sedang bersiap mengambil makan, sembari sesekali melirik ke arah Samudra.
Sejujurnya, Sea ingin duduk di samping Samudra. Entah mengapa hari ini dia
ingin berada di dekat Samudra. Yang pasti, dia merasa aman jika berada di
dekatnya. Tapi, karena masih kesal dengan bercandaannya ditambah Samudra
seperti mengacuhkannya, Sea memilih menjauh dari Samudra.
Bella
yang sedang antri mengambil makanan, berbisik kepada Sea dan memberitahu jika
Ketika mereka terjatuh di pos 4 tadi, Samudra mengalami luka. Bella mengatakan
itu karena tak sengaja melihat lengan Samudra yang memar dan beberapa luka
gores yang di tutup plaster luka.
"Masa'
sih, dia terlihat baik-baik saja itu," jawab Sea sambil mengernyitkan
dahinya.
"Sungguan
Sea, aku tadi tidak sengaja melihat Kak Samudra mengoleskan saleb di lengannya
yang memar. Terus lengannya juga penuh luka. Kalau tidak percaya coba tanya ke
orangnya."
Mendengar
itu, Sea menatap iba Samudra yang sedang duduk makan. Ingin menghampirinya tapi
ada keraguan yang membuatnya enggan. Tapi, Samudra terluka karena menyelamatkannya.
“Dah lah samperin saja,” Batin Sea sambil berjalan ke arah Samudra dan duduk di
sampingnya.
"Enak
kak?" Tanya Sea basa-basi. Samudra hanya menjawab dengan acungan jempol
saja.
"Kakak
marah sama Sea?"
Samudra
memandang Sea dengan tatapan bingung. "Bukannya Adik yang marah sama
kakak?" Tanya Samudra balik.
"Iya
tadi aku marah, karena tidak suka dengan bercandaan kakak yang kelewatan."
Jawab Sea, kemudian dengan suara melemah Sea mulai bertanya." Tadi kata
Bella, kakak terluka ya? Sakit kah?" Tanya Sea dengan wajah mengiba.
"Ini
maksud adik?" Samudra menunjukan memar di lengannya dan terkejutlah Sea.
Dia tidak menyangka jika Samudra mengalami luka yang serius karena menolong
dia.
“Kok
tidak mau bilang sama Sea kalau terluka?”
“Terus
kalau kakak cerita, kamu mau apa? Mau menuruti saran kakak?’
Mendengar
itu Sea pun terdiam dan tertunduk, hatinya di liputi rasa bersalah. Sementara
itu, Samudra melirik ke arah Sea yang masih tertunduk dan terdiam. Di usapnya
pucuk kepala Sea dengan lembut sambil berkata.
“Jika
aku sudah berkata tolong jangan di bantah. Di dalam pendakian, aku tidak perna
memikirkan soal perasaan. Yang utama buat ku adalah keselamatan team. Dari
semua anak, aku melihat kamu yang paling kesulitan. Kamu selalu berada di
bekakang, nafas mu juga tersengal – sengal. Aku menduga kamu memiliki asma.”
Mendengar
itu Sea pun cukup terkejut, ‘Bagaimana dia tahu,’ batin Sea.
Samudra
tersenyum dan kembali menyuapkan sendok terakhir di mulutnya. “Sudah kuduga,
tidak perlu di jawab. Dari ekspresimu aku sudah tahu jawabannya,” Ujar Samudra.
“Maafkan
aku kak, di pendakian berikut aku akan berusaha,” sahut Sea. Samudera hanya
terseyum dan mulai mengajak Sea untuk bicara santai, karena dia tidak ingin
merusak moment indah di puncak bayangan.
Pras
melihat Samudra dan Sea yang mulai berbincang, munculah sebuah ide brilliant. Di
ambilnya beberapa perban dan plester yang ada di dalam tas nya. Lalu berjalan
menuju Samudra dan Sea. Pras memilih untuk duduk di depan Samudra.
"Ling,
waktunya ganti perban," ucap Pras yang duduk di depan Samudra, sementara
itu sahabatnya hanya terdiam dengan wajah bingung. "Buka baju mu,"
Samudra
yang bingung kenapa Pras tiba – tiba duduk di depannya dan memintanya untuk
membuka baju, langung melakukan seperti apa yang di mintanya. Samudra membuka
bajunya dan mengarahkan punggungnya yang luka ke arah Pras. Sea tampak terkejut
Ketika melihat tubuh Samudra yang berotot dan sixpack.
“Lihat
apa Se?” pertanyaan Pras membuat Sea malu, hingga membuat wajahnya bersemu merah.
“Samudra benar hitam tapi eksotis lho,” goda Pras lagi sambil mengusapkan
cairan antiseptic di punggung Samudra yang luka.
“Ih
Uda (panggilan Pras di sekret) apa’an sih, malu tahu,” bisik Sea.
Pras
pun tertawa terbahak-bahak melihat tingkah kikuk Sea. Sementara Samudra hanya
bengong tidak tahu apa yang mereka bicarakan, karena Pras memang sengaja
berbisik ketika menggoda Sea. Pemuda gondrong ini mulai mengenakan sarung
tangan medis, yang selalu di bawanya ketika mendaki. Dan mengatur kapas dan
perban sebelum memulai aksinya.
"Tahan
ya," pinta Pras. "Se bisa bantu untuk melepaskan perbannya,"
lanjut Pria gondrong ini. Sea sedikit ragu, tapi Samudra terluka karena dia.
Dengan ragu, Sea mulai mendekatkan dirinya dan mau tidak mau dia melihat badan
Samudra yang berotot.
"Kak,
permisi,"
"Iya,"
Dengan
hati-hati, Sea mulai melepas perbannya sembari sesekali meniup-niup perut
Samudra. Ketika perban terbuka, Sea cukup kaget melihat luka di punggung
sebelah kanannya.
"Kak
ini kok, kok.." Sea shock melihat luka Samudra.
"Munduran
ya Sea, aku pasang perbannya dulu."
Sea
mundur kebelakang dan menatap punggung Samudra yang terluka. Dia merasa campur
aduk antara kaget dan prihatin, tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada
Samudra. Sea memperhatikan dengan seksama bagaimana Pras memasang perban dengan
cermat di sekitar luka Samudra. Ketika Pras selesai memasang perban, Sea
berinisiatif bertanya,
"Kak
Pras, di jam berapa waktu yang tepat bagi Samudra untuk mengganti perban
ini?"
Pras
tersenyum ramah, lalu menjelaskan kepada Sea secara detail tentang waktu yang
tepat untuk mengganti perban, serta prosedur yang harus diikuti agar luka
Samudra bisa sembuh dengan baik.
Setelah
mendapatkan penjelasan dari Pras, Sea melihat bagaimana Samudra kesulitan untuk
memakai baju dengan satu tangan karena luka di lengannya. Tanpa ragu, Sea
mengambil inisiatif untuk membantunya.
“Sini
aku bantu kak," ucap Sea dengan lembut.
Dengan
penuh kehati-hatian, Sea membantu Samudra memakai bajunya dengan satu tangan.
Meskipun Samudra awalnya menolak bantuan itu, namun dia akhirnya menerima
dengan senyum kecil di bibirnya.
Setelah
Samudra berhasil memakai bajunya, Sea merasa lega. Mereka berdua duduk bersama
di sekitar api unggun, sementara suasana menjadi lebih hangat dan akrab di
antara mereka.
***
Malam semakin larut di puncak bayangan, Gunung Penanggungan. Ketika api unggun
masih memancarkan cahaya hangatnya. Beberapa anak mulai masuk kedalam tenda
untuk tidur. Karena, mereka ingin melihat matahari terbit dari puncak.
Bella
dan Ayu juga memutuskan untuk masuk kedalam tenda dan tidur. Sementara Sea yang
masih masih belum merasa mengantuk. Dia memilih duduk bersama dengan Samudra,
masih menikmati kehangatan api unggun di tengah malam yang sunyi.
Kedua
pemuda pemudi itu terlibat dalam percakapan yang serius mengenahi pendakian,
nampaknya Sea mulai menyukai aktifitas ini. Ini pengalaman pertamanya yang
langsung membuatnya jatuh cinta dengan gunung. Dan, Samudra juga bercerita jika
gunung adalah cinta pertama nya.
"Jangan
- jangan, kuliah kakak molor karena hobi kakak ini ya?” tanya Sea tiba – tiba.
Samudra
hanya tersenyum, matanya dipenuhi oleh cahaya api unggun. "Iya, aku
terlalu cinta dengan Gunung. Setiap kembali dari Gunung atau Pantai dan kembali
ke bangku kuliah, aku merasa jenuh dan rindu. Jika senior ku tidak mengingatkan
ku untuk kembali pulang. Mungkin aku sudah jadi tarsan disini,” Jawab Samudra
sambil tersenyum.
Entah
mengapa, pertanyaan Sea seperti membangkitkan memori lamanya. Dimana Samudra
sering menghabiskan waktu untuk panjat tebing, naik gunung dan bermain di
Pantai padahal masih di semester awal.
“Seseorang
perna berkata kepadaku, Alam adalah tempat yang tepat untuk menengkan diri dari
segala rutinitas yang memusingkan. Tapi, jangan perna lupa jalan kembali
pulang.” Lanjut Samudra sembari menatap lekat wajah Sea. “Rumah adalah tempat
dimana bisa menerima segala kelebihan dan kekurangan kita. Sea, mau kah kamu
jadi rumah untuk ku?” Ucap Samudra.
Sea
terdiam. Mata mereka saling beradu, dan tanpa sadar hanya mengikuti naluri
wajah mereka semakin dekat, hingga bibir Samudra menyentuh bibir Sea sekilas.
Dan, dunia seakan terhenti. Bintang yang menjadi romantisme mereka berdua.
Samudra
melepaskan bibirnya dan menatap Sea yang tampak tertunduk malu. Sejujurnya, Sea
masih bingung dengan perasaannya kepada Samudra. Apakah ini cinta yang
sesungguhnhya atau hanya rasa bersalah.
“Aku
anggap itu jawaban dari kamu,” ucap Samudra.
Sea
hanya menganggung-anggukan kepalanya, “Kita jalani saja dulu kak. Tapi ini
masih probation ya. Jadi kakak jangan aneh – aneh.” Jawab Sea.
“Iya
dik, kakak boleh cium lagi?” pinta Samudra.
“Ogah!
Aku mau tidur ngantuk,” jawab Sea dan kemudian pergi. Samudra hanya tersenyum
dan mengikuti Sea kembali ke tenda.
***
Langit masih gelap, beberapa anak sudah bersiap untuk summit. Terlihat Johan,
Uman dan rekan-rekannya mulai membuat sarapan, supaya kuat saat summit.
"Mam,
tanyain anak-anak cewek ikut summit tidak," pinta Johan. Umam pun segera
menuju tenta perempuan dan memanggil Bella.
"Bell....Yu...
Se.... kalian ikut summit tidak?" Tanya Umam.
"Iya
sebentar." Sahut Bella dari dalam. Bella yang mulai membuka matanya dan
melihat sekitar akhirnya tersadar jika Sea tidak ada di tenda mulai panik.
"Yu...
Ayu.. Sea mana?" Tanya Bella sembari menggoyang goyangkan badan Ayu. Gadis
ini pun bangun dari tidurnya.
"Hoaaaammm.....!!!
Mau summit ya? Aku cuci muka dulu," jawab Ayu tapi langsung di tarik oleh
Bella yang masih bingung karena Sea hilang.
"Sea
hilang Yuk!" Seru Bella.
"Sudah
tenang," jawab Ayu sembari menepuk pundak sahabatnya. “Sea ada di
depan,"
"Sungguh?"
"Iya...
Yuk keburu pagi," ajak Ayu. Dan mereka berdua keluar dari tenda dan
berniat untuk cuci muka.
Saat
berjalan lewat samping tenda mereka terkejut karena Sea tidur dengan sleeping
bad sama seperti Samudra yang juga di balut dengan sleeping bad. Mereka tidur
di teras tenda. Ketika hendak membangunkan mereka berdua, Inara melarang
mereka. Sebab dia tahu, jika mereka berdua baru saja bisa tertidur.
"Tapi
kak, Sea pingin lihat sunrise di puncak," kata Bella.
"Dia
masih bisa lihat sunrise di tempat yang lebih bagus lagi jika bersama
Samudra," jawab Ari. " Lebih baik kita segera naik mumpung masih
gelap," lanjutnya.
"Tenda di jaga siapa?" Tanya Johan
"Ada
aku," sahut Arya. "Aku lihat sunrise disini saja," jawabnya
lagi. Dan mereka semua pun ke puncak, kecuali Arya, Pras, Samudra dan Sea.
Sementara
itu di camp, Pras dan Arya memilih untuk menikmati indahnya matahari terbit
dari puncak bayangan Saja, sebari menikmati kopi hangat dan roti bakar. Aroma
kopi dan gula yang terbakar sempurna membuat mata Samudra terbuka perlahan. Di
bukanya sleeping badnya dan dia melihat Sea tertidur dengan nyenyak. Ingin dia
membangunkannya tapi hatinya enggan.
"Woi Keling, mau kopi tidak?" Tanya
Pras.
"Nanti
saja." Jawab Samudra.
"Kamu
tidak summit?" Tanya Arya.
"Harusnya
summit, tapi tak tega aku bangunkan Sea. Nyenyak sekali dia," jawab
Samudra.
Arya
menepuk pundak Samudra. "Sudah bangunkan saja." Katanya.
Samudra
mulai mendekati Sea, dan dengan lembut menepuk pundak kekasih yang masih dalam
status probation tiga bulan. Sea mulai
mengeryitkan matanya, dan mengusap lembut wajah kecilnya. Matahari belum
menyapa dunia dengan penuh, tetapi langit sudah mulai memancarkan cahaya merah
keemasan di ufuk timur.
"Adik,
tidak bangun kah? Tidak mau melihat matahari terbit dari puncak." bisik
Samudra dengan lembut.
Meskipun
Sea masih terasa kantuk, tatapan matanya langsung terbuka lebar saat dia
menyadari apa yang diucapkan Samudra. "Iya jadi, aku cuci muka dulu
ya," ucap Sea.
"Tapi
kemarikan dulu tangan adik," pinta Samudra. Dengan ragu-ragu Sea
mengulurkan tangannya. Samudra lalu membersihkan tangan Sea yang sedikit kotor
dengan tissu yang sudah di basahi air. Setelah bersih, di usapnya dengan
lembut wajah Sea yang terkena debu, karena mereka berdua tidur di teras tenda
yang sedikit terbuka.
"Sudah
bersih," ucap Samudra.
Dan, di luar dugaan Sea pun melakukan hal yang
sama seperti Samudra. Gadis ini mengambil tissu yang sudah di basahi air lalu
mengusap wajah dan tangan Samudra dengan lembut.
"Kok debu nya masih banyak sih?" Keluh Sea sambil mengusap wajah
Samudra dengan sedikit kasar.
"Sekalian
saja adik usap pakai amplas! Wajah kakak ini memang hitam bukan karena berdebu
jadi hitam," Protes'an Samudra membuat Sea tertawa lantang. Pras dan Arya
pun ikut tertawa.
Sea
bangkit dari duduknya, lalu mengulurkan tangannya. Samudra hanya tersenyum
lebar menyambut tangan mungil Sea. "Wah indah sekali," ucap Sea.
"Ranukumbolo
lebih indah Sea," sahut Arya sembari memberikan secangkir kopi hangat
untuk nya dan Samudra.
"Kakak
kalau senggang ajakin aku ke Semeru ya," pintah Sea.
"Iya
pasti, tiga bulan lagi kita kesana, sekarang ayo kita summit,"
Setelah
melahap sepotong roti dan secangkir kopi panas. Mereka berdua pun berangkat
menuju puncak Gunung Penanggungan. Dengan langkah yang penuh semangat, mereka
menapaki jalur yang semakin menanjak. Walaupun Sea merasa kesulitan karena
medan yang berpasir dan batu. Mereka juga harus berhati – hati karena terkadang
ada batu yang menggelinding dari atas. Bersyukurnya, Sea bisa melewati semua
dan kini dia berada di puncak Gunung Penanggungan, Puncak Pawitra.
Di
Pawitra, mereka berdua di suguhi oleh panorama yang menakjubkan. Matahari
terbit dengan gemilangnya, menerangi langit dengan warna-warna yang memukau.
Sea dan Samudra saling berpegangan tangan, mengabadikan momen yang tak
terlupakan di antara mereka.
"Adik mau berfoto dengan kakak?"
Sea
langsung merangkul pinggang Samudra dan ber-selfie di atas puncak. Sementara
itu, teman-teman mereka yang telah tiba lebih awal menyadari adanya romansa
yang berkembang di antara Sea dan Samudra.
"Kayaknya mereka berdua sudah jadian
deh," bisik Bella kepada Ayu.
"Iya
juga," jawab Ayu.
Sea
yang sudah puas berfoto-foto akhirnya bergabung dengan teman-temannya yang
sudah sampai ke puncak terlebih dahulu. Sea menghampiri Ayu dan Bella,
sedangkan Samudra duduk di sebelah Ari dan Inara yang sedari tadi tersenyum
mengejek kearahnya.
"Kalian
jadian?" Tanya Ayu
"Masih
penjajakan," jawab Sea santai.
"Berarti,
selama ini kamu juga memiliki perasaan yang sama dengan Samudra?" Tanya
Ayu lagi.
"Ehm..belum
tahu pasti sih. Lihat nanti saja," jawab Sea santai.
Sementara
itu, pertanyaan serupa juga terlontar untuk Samudra. Dan Ketika dia
menceritakan bahwa mereka sedang dalam masa penjajakan, Ari dan Inara ikut
senang mendengarnya dan mendoakan semua berjalan dengan baik.
"Semoga
dia pertama dan yang terakhir ya Ling," ucap Ari yang di aminkan
oleh Samura dan Inara.
Setelah puas menikmati keindahan puncak, Samudra mengajak Sea untuk kembali ke
camp. "Adik, ayo turun, kelamaan di puncak kegantengan kakak akan
bertambah, bisa gawat nanti kalau bidadari-bidadari turun merebut kakak dari
adik," gombalnya.
Mendengar
itu, Sea hanya tersenyum masam dan menjawab. "Yang ada, Sea yang di bawa
oleh mereka bukan kakak. Di kira putri kayangan di culik sun whu kong,"
Teman-teman
mereka sontak tertawa mendengar jawaban Sea. Di tambah lagi Samudra mengejar
Sea dan memanggul tubuh mungil Sea. Kebahagiaannya membuatnya lupa dengan luka
memar yang ada di lengannya.
"Sudah
jangan pacaran saja, ayo kita turun," pinta Ari.
Dan
mereka pun perlahan turun menuju base camp, diiringi oleh angin yang berhembus
kencang menyapu wajah mereka. Karena turunan dari puncak cukup curam, Samudra
selalu setia berada di depan Sea, menggenggam erat tangannya dan membantunya
untuk turun dengan selamat.
Tak
berselang lama mereka sampai di base camp, di mana suasana hangat menyambut
mereka. Di sana, tampak Pras dan Arya sibuk menyiapkan menu makan pagi mereka,
sementara sinar matahari pagi mulai memancar dengan gemilangnya, menari-nari di
antara daun-daun pepohonan.
"Ling,
sudah waktunya ganti perban," celetuk Pras saat melihat Samudra sudah
turun dari puncak, sementara Sea masih terpesona oleh keindahan alam di
sekelilingnya.
"Di
dalam tenda saja," jawab Samudra dengan lembut, matanya yang penuh kasih
sayang tertuju pada Sea. "Kamu makan dulu, aku akan ganti perban
dulu," pamit Samudra dengan senyuman lembut yang membuat hati Sea
berdebar-debar.
"Aku
akan membantumu, boleh ya," pinta Sea dengan nada lembut, matanya yang
penuh harap menatap Samudra dengan penuh kasih.
"Jangan,
Kamu makan saja," sahut Samudra sambil mengelus lembut pipi Sea, sebelum
berjalan mengekor di belakang Pras dengan langkah yang penuh kehati-hatian.
Ketika
di dalam tenda yang teduh, Pras mencoba bertanya kepada Samudra apakah mereka
sudah berpacaran. Namun, Samudra hanya bisa menghela nafas panjang, matanya
yang penuh harap menatap langit-langit tenda.
"Sudah,
tapi masih percobaan dulu. Kita lihat tiga bulan kedepan saja. Apakah hubungan
kami akan berlanjut atau tidak,” Ucap Samudra.
"Aku doakan yang terbaik untuk mu lah
Ling,” kata Pras sembari menempelkan perban baru.
Samudra
kembali memakai bajunya. " Terima kasih sobat, sekarang tugas ku hanya
satu, membuatnya nyaman dan memberikan banyak cinta kepada nya. Supaya aku
benar – benar bisa membuatnya jatuh cinta kepadaku." ucap Samudra dengan
suara yang penuh keyakinan dan harapan, mengisyaratkan keinginannya yang tulus
dan mendalam.
Komentar
Posting Komentar